REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki menepis serangan bom bunuh diri di Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Ibu Kota Ankara, akhir pekan lalu terkait dengan krisis di Suriah. Pedana Menteri Reccep Tayyip Erdogan mengatakan, kelompok terorisme domestik adalah pelaku utama.
''Saya tidak melihat kesimpulan ke arah itu (Suriah). Kami tahu kelompok kiri selalu menyerang negara kami,'' kata Erdogan, seperti dikutip media setempat, Hurriyet Daily News, Sabtu (2/1).
Menurutnya, tidak adanya toleransi mengjadi alasan setiap aksi terorisme yang terjadi di negara tersebut. Sebuah serangan bom bunuh diri mengguncang Ibu Kota Ankara saat Jumat (1/2). Kali ini Kedubes AS menjadi sasaran. Dua orang tewas dalam serangan tersebut. Termasuk diantaranya adalah petugas keamanan kedubes.
Dinas intelijen di Ankara berhasil mengidentifikasi pelaku dengan cepat. Palaku dikatakan bernama Sanli Ecevit (pria 30 tahun). Pelaku menenteng enam kilogram bahan peledak jenis TNT yang tersusun di bagian dalam rompinya. Ledakan dilakukan dengan sebuah detenator elektronik. Kepolisian mengatakan radius ledakan cukup lebar. Granat milik pelaku juga ikut meledak. Serangan terjadi sekira pukul 13.00 waktu setempat. Menghancurkan pintu masuk gedung kedutaan. Kekuatan ledakan sampai memutilasi pelaku dan korban.
Kelompok garis kiri di Turki, Front Pembebasan Rakyat Revolusioner (DHKP-C) mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Melalui pernyataannya di jejaring internet, kelompok ini mengatakan perlawanan terhadap AS akan terus dilakukan. Kelompok ini menghendaki pemerintahan Erdogan berhenti melakukan kerja sama dengan AS. Menurut mereka Turki telah menjadi poros musuh bersama bagi negara-negara Islam. Kelompok ini mengancam akan membunuh Erdogan jika melanjutkan kerja sama dengan Negara Paman Sam tersebut.
Di situs The People's Cry, kelompok underbow sejak 1973 menyinggung peran AS dan Turki terhadap Suriah. Reuters melansir, DHKP-C menghendaki agar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mencabut rangkain batre anti rudal di sepanjang perbatasan Turki dan Suriah. Mereka menyatakan kelemahan Turki yang telah bekerja sama dengan AS untuk menciptakan situasi kacau di negara-negara Islam. Mereka menolak kelemahan Turki terhadap AS yang mengizinkan NATO bercokol di Turki.
"Tindakan kami adalah untuk kemerdekaan negara yang telah menjadi budak baru Amerika," kata pernyataan itu. "Amerika adalah pembunuh! Kalian tidak akan bisa lari dari kemarahan rakyat,'' sambung pernyataan tersebut.
Serangan DHKP-C bukan kali pertama ini terjadi. Rangkain aksi mematikan kerap dilakukan kelompok yang disinyalir bekerjasama dengan Alqaidah ini. DHKP-C mengaku bertanggung jawab atas tewasnya dua kontraktor militer AS pada 1992. Di tahun yang sama, kelompok yang tidak diketahui pucuk pimpinannya ini pernah menyerang Konsulat Jenderal AS di Istanbul dengan menggunakan dua roket RPG.
Sementara itu Kepolisian Turki cepat menangkap tiga orang yang diduga terkait dengan serangan kali ini. Dua tersangka diciduk di ibu kota. Sedangkan yang lainnya di Istanbul sehari pascaledakan. Kepolisian juga mengatakan berhasil menemukan seorang warga negara AS bernama Sarai Sierra yang dinyatakan hilang sejak 21 Januari lalu.Perempuan 30 tahun itu ditemukan dengan luka tikam di bagian perutnya. Polisi menemukan jenazah korban di Kota Sarayburnu, Istanbul. Sepuluh orang ditangkap terkait dengan pembunuhan warga AS ini.