Senin 04 Feb 2013 08:39 WIB

Presiden India Setujui Hukuman Mati Bagi Pemerkosa

Rep: Nur Aini/ Red: Mansyur Faqih
Ilustrasi pemerkosaan
Foto: www.jeruknipis.com
Ilustrasi pemerkosaan

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Presiden India, Pranab Mukherjee menyetujui pembuatan undang-undang anti pemerkosaan yang merupakan amandemen dari undang-undang kriminal. Undang-undang tersebut dibuat setelah aksi brutal geng yang memerkosa mahasiswa di New Delhi menimbulkan kemarahan publik.

Menyusul adanya protes nasional atas kematian korban pemerkosaan yang berusia 23 tahun pada Desember 2012, kabinet India menyetujui hukuman keras bagi pemerkosa. Termasuk hukuman mati.

Panel pemerintah merekomendasikan undang-undang dapat meningkatkan keamanan kaum hawa. Rekomendasi itu telah disetujui Ahad (3/2) waktu setempat.

"Presiden India memberi persetujuan peraturan kriminal yang menyerang wanita. Itu akan efektif falam waktu dekat tapi masih akan dibahas sebelum ke parlemen," ungkap seorang pejabat senior India seperti dikutip PressTV, Senin (4/2).

Amandemen peraturan tersebut termasuk memperluas cakupan pelaku pemerkosaan. Yakni yang dilakukan geng, warga biasa, polisi, atau otoritas setempat. Peraturan itu juga memberi hukuman mati pada pelaku jika korban meninggal atau koma. Campur tangan dalam urusan orang lain dan memata-matai orang juga termasuk pelanggaran. 

"Kami membuat perubahan dan berharap langkah ini akan memberi wanita perasaan lebih aman di negara ini," ungkap Menteri Hukum Ashwani Kumar. 

Dengan peraturan baru itu, pelaku pemerkosaan akan menghadapi hukuman 7-10 tahun penjara dan hukuman mati untuk kasus tertentu. 

Seorang wanita berusia 23 tahun diserang ketika naik bus di selatan New Delhi bersama seorang teman laki-laki pada Desember 2012. Polisi mengatakan para penyerang mengalahkan mereka berdua dan kemudian memerkosa wanita tersebut. Pelaku memukul pria dengan tongkat besi. 

Setelah diperkosa, wanita dilemparkan dari bus yang masih berjalan. Dua minggu kemudian, wanita tersebut meninggal karena cidera kepala dan luka dalam yang parah di RS di Singapura pada 29 Desember 2012. Peristiwa tersebut memicu kemarahan publik India. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement