Kamis 07 Feb 2013 18:09 WIB

6.000 Pengungsi Rohingya Terdampar di Thailand

Rep: Indah Wulandari/ Red: Citra Listya Rini
Ribuan Rohingya mengungsi dari Myanmar dan sering kali hanya menggunakan perahu seadanya yang reyot dan tak layak.
Foto: MSN
Ribuan Rohingya mengungsi dari Myanmar dan sering kali hanya menggunakan perahu seadanya yang reyot dan tak layak.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Sekitar 6.000 pengungsi Rohingya terdampar di Thailand sejak Oktober 2012 lalu. Migrasi pengungsi Rohingya tersebut dianggap sebagai aksi ilegal.

“Migrasi pengungsi ini masih terbilang aksi ilegal.  Kementerian Luar Negeri kami tengah mengurus administrasinya agar mereka bisa mendapat status kewarganegaraan Myanmar dan bisa melanjutkan hidupnya disini,” ujar juru bicara Komando Operasi Keamanan Internal Thailand (ISOC) Dittaporn Sasamit kepada Reuters, Kamis (7/2).

Ilegalitas ribuan pengungsi Rohingya itu mengakibatkan tidak terjamahnya mereka dari bantuan pemerintah Thailand. Sekitar 800 ribu kaum Muslim Rohingya di negara asalnya juga dicap illegal karena dianggap migrasi dari Bangladesh. 

Setiap tahunnya, ribuan orang dari Rohingya berlayar menuju negara-negara terdekat, seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Mereka berharap suaka dari negara yang menjadi persinggahannya.

"Menjadi kelompok minoritas di tengah komunitas berbeda di Rakhine sangatlah sulit untuk bertahan. Selayaknya kita membantu mereka dalam bentuk bantuan medis," ujar Pemimpin Lembaga Sosial MSF Arjan Hehenkamp.

Aktivis hak asasi manusia juga mengkritisi sikap Thailand yang menghindar pada tanggung jawab kemanusiaannya. Selain tidak diberikan bantuan kebutuhan hidup, Thailand juga berniat mendeportasi para pengungsi Rohingya.

Pemerintah Thailand mendata setidaknya ada aksi migrasi pengungsi Rohingya bulan lalu sekitar 1.400 jiwa. Mereka tinggal di bagian selatan Thailand. Ada pula 1.752 orang Rohingya yang tidak mempunyai dokumen resmi. Human Rights Watch memperkirakan, ratusan perahu Rohingya akan berlabuh lagi di beberapa negara Asia Tenggara bulan depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement