Jumat 08 Feb 2013 20:42 WIB

Jelang Diskusi Nasional, Kekerasan di Suriah Terus Berlangsung

Ledakan yang terjadi di Universitas di kota Aleppo,Suriah,Selasa (15/1).
Foto: AP/SANA
Ledakan yang terjadi di Universitas di kota Aleppo,Suriah,Selasa (15/1).

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Kekerasan kembali terjadi di dekat Damaskus, ibu kota Suriah, dan di beberapa provinsi dipicu aksi oposisi pada Kamis waktu setempat yang meminta pemerintah menanggapi prakarsa dialog sebelum Ahad (10/2).

Media setempat melaporkan enam orang termasuk tiga anak tewas seusai dua mortir menghantam stasiun bus di pinggiran Qaboun sebelah timur Damaskus. Pemberontak diduga bertanggung jawab atas insiden tersebut.

Kejadian itu merupakan kelanjutan pertikaian antara tentara pemerintah dan pemberontak bersenjata yang ingin membebaskan Suriah dari pasukan pemerintah. Media propemerintah Al Watan melaporkan pada hari insiden itu pemberontak berusaha melakukan penetrasi ke ibu kota.

Sementara itu radio Sham FM memberitakan tentara pemerintah sedang melacak pasukan bersenjata yang masih ada di pinggiran Damaskus seperti kawasan Sbaineh, Hajar Al Aswad, Hajira, Ziabeh, Arbeen dan Zmalka. Di Provinsi Idlib, bagian baratlaut Suriah, sebanyak 300 pemberontak dilaporkan tewas saat berusaha menyerang area militer Wadi Al Daief, Kamis (7/2).

Secara politik, Perdana Menteri Suriah Wael Al Halqi mengatakan pemerintah siap melangsungkan pembicaraan nasional sebagaimana keinginan Presiden Bashar Al-assad. Dia mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan kontak dengan para politisi di Suriah termasuk oposisi yang ada di luar negeri untuk berdialog.

Sementara menunggu oposisi, Al Halqi tidak nampak serius melakukan dialog yang memicu pimpinan oposisi Moaz Al Khatib menipis kesabarannya. Moaz menginginkan pembicaraan dilakukan sebelum Minggu atau dibatalkan.

Moaz pekan lalu menyatakan siap memulai pembicaraan dengan wakil pemerintah Suriah dengan syarat pemerintah melepaskan 160 ribu tahanan termasuk semua tahanan politik perempuan. Pemuka agama itu juga menginginkan perundingan harus diikuti oleh Wakil Presiden Suriah Farouk Al Sharaa.

Dia juga mengindikasikan supaya dialog mampu melengserkan Presiden Bashar. Pemerintah Suriah belum merespon keinginan Moaz, tapi pengamat memperkirakan pemerintahan berkuasa tidak akan menerima prasyarat itu.

Beberapa pemimpin koalisi oposisi Suriah tetap pada pendirian mereka tidak bekerja sama dengan Presiden Bashar. Mereka justru menganggap Moaz telah tunduk dan sikapnya merupakan tindakan pribadi yang tidak mencerminkan pihak oposisi.

Suriah dilanda konflik berdarah antara pasukan oposisi dan pasukan pemerintah sejak Maret 2011. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan sebanyak 60 ribu orang telah menjadi korban perang saudara.

sumber : Antara/ Xinhua-OANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement