Ahad 10 Feb 2013 07:45 WIB

AS Desak Sudan Akhiri Serangan Udara

Tentara gabungan UNAMID di Darfur
Foto: UN
Tentara gabungan UNAMID di Darfur

REPUBLIKA.CO.ID, PBB -- Amerika Serikat (AS) mendesak Sudan menghentikan serangan udara di Darfur dan mengizinkan PBB melakukan penyelidikan luas di negara itu.

Kecemasan internasional atas Sudan meningkat sementara konflik semakin buruk di negara-negara bagian Kordofan Selatan dan Blue Nile. Selain itu juga perang saudara 10 tahun dengan pemberontak di daerah Darfur dan ketegangan yang meningkat dengan Sudan Selatan.

PBB kabarnya mengeluhkan tidak adanya akses ke zona-zona konflik di Darfur di mana mereka dilarang memasuki daerah-daerah di mana pemerintah melancarkan serangan udara. AS khawatir atas terjadinya bentrokan senjata antara milisi-milisi suku di Darfur Utara dan antara dua tentara Sudan dan pemberontak di distrik Jebel Masra, kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Victoria Nuland, seperti dilansir AFP, kemarin.

Pertempuran yang berkobar kembali memaksa puluhan ribu orang meniggalkan rumah-rumah mereka. Nuland mengatakan lebih banyak warga di Darfur terlantar pada bulan lalu ketimbang sepanjang tahun 2012.

Nuland mengatakan, "AS mendesak Sudan segera melucuti senjata milisi-milisi di Darfur menghentikan serangan udara dan melaksanakan perjanjian perdamaian Dafur yang telah disepakati dengan beberapa kelompok-kelompok pemberontak."

Dalam 10 tahun konflik antara pemberontak Darfur dan pemerintah Khartoum yang dikuasai etnik Arab menewaskan sedikitnya 300.000 orang, kata data PBB.

AS juga berusaha meningkatkan tekanan terhadap pemerintah Sudan melalui para penyelidik sanksi-sanksi PBB.

Dewan Keamanan, menurut rencana, akan memperpanjang mandat para ahli sanksi PBB untuk Sudan Rabu. Mandat sekarang memungkinkan mereka menyelidiki pelanggaran-pelanggaran embago senjata terhadap Darfur yang diberlakukan tahun 2004.

Pada diplomat mengatakan AS ingin memperkeras isi resolusi yang akan diajukan Rabu yang akan memperluas mandat para ahli ke Kordofan Selatan dan Blue Nile, tempat pemerintah memerangi pemberotak selama dua tahun. Rusia menentang tindakan itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement