REPUBLIKA.CO.ID, MALI -- Serangkaian serangan bom bunuh diri yang terus dilancarkan pasukan pemberontak Mali melawan pasukan Prancis mencapai puncaknya Ahad (10/1) kemarin. Pada hari itu, pemberontak Mali menyerang kota Gao yang merupakan kota terbesar di wilayah utara Mali.
Pasukan pemberontak Mali yang tergabung dalam Gerakan Kesatuan dan Jihad di Afrika Barat (MUJAO) secara bergerilya dan berskala besar menghadang pasukan pemerintah Mali di jalanan pusat kota Gao.
Pasukan pemerintah Mali yang menjadi sekutu dari pasukan Prancis tersebut membalasnya dengan tembakan, hingga pertempuran pun tak dapat terhindarkan. Baku tembak pun pecah di sekitar kantor gubernur dan markas kepolisian Gao.
Puluhan peluru keluar dari AK-47 dan senapan mesin kaliber 14,5 milimeter yang ditembakkan kedua belah pihak. Tak hanya itu, roket peluncur granat (RPG) dan senapan mesin berat terus memuntahkan pelurunya hingga sore hari. Baku tembak berhenti ketika listrik dipadamkan saat malam tiba.
Tak lama setelah baku tembah berakhir, sebuah helikopter serbu Tiger milik Perancis datang dan berputar-putar di sekitar lokasi baku tembak. Setelah itu Pasukan Prancis dan Mali menggelar patroli bersama sembari memperingatkan warga Gao untuk berhati-hati. Karena bisa saja ada kemungkinan para penembak jitu pemberontak bersembunyi di kota itu.
Pihak keamanan setempat belum bisa mengonfirmasi berapa jumlah korban tewas akibat bentrokan dahsyat tersebut.
Kolonel Mamadou Sanake dari Angkatan Darat Mali membenarkan korban ada di kedua belah pihak. "Sejumlah pemberontak tewas," jelasnya singkat, seperti dikutip dari HYPERLINK "http://sabq.org"sabq.org (11/2).
MUJAO adalah salah satu kelompok militan yang diduga kuat terkait dengan jaringan Alqaidah dan sempat menguasai wilayah luas di Mali utara selama sepuluh bulan. Setelah dipukul mundur pasukan gabungan Perancis, kelompok ini mencoba untuk merebut kembali wilayahnya.