REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Penduduk Amerika Latin berharap dapat memecah dominasi Eropa untuk menempati posisi sebagai pemimpin tertinggi agama Katolik setelah Paus Benedict mengundurkan diri pada Senin (11/2).
Amerika Latin adalah rumah bagi 42 persen pemeluk Katolik di seluruh dunia yang saat ini berjumlah sekitar 1,2 milyar jiwa. Angka tersebut jauh melebihi pengikut di Eropa yang hanya 25 persen. Namun, gereja Katolik di Amerika Latin dalam beberapa tahun terakhir kalah bersaing dengan Protestan dan kelompok evangelis lainnya.
Sejak Roma memecah tradisi yang telah bertahan lama pada tahun 1978 dengan mengangkat paus non-Italia, John Paul II, para pemeluk di Amerika Latin telah memupuk harapan bahwa suatu saat putra dari kawasan ini dapat memimpin gereja di seluruh dunia.
"Penunjukan seorang Amerika Latin sebagai paus dapat menjadi politik yang bagus bagi gereja. Banyak pemeluk Katolik di sini, namun perkembangannya tertinggal dari agama lain," kata Acacia Ramirez, seorang aktuaris berusia 36 tahun di Mexico City.
Tahun 1970 lalu, 96 persen penduduk Meksiko berjanji setia pada paus di Roma. Namun, selama empat dekade terakhir, jutaan orang berpindah ke Protestanisme evangelis dan gereja-gereja lain, atau bahkan menjadi ateis.
Di antara tahun 2000 sampai 2010, prosentase orang Katolik di Meksiko turun dari 88 persen menjadi kurang dari 83 persen. Tren penurunan juga terjadi di Brazil, yang merupakan negara dengan pemeluk Katolik terbesar di dunia.
Selama 30 tahun terakhir, pemeluk Katolik di Brazil turun dari 90 persen menjadi hanya 65 persen (atau sekitar 120 juta jiwa) pada 2010 lalu.
Di sisi lain, beberapa pastur terkenal di Amerika Latin secara terbuka mendesakkan adanya perubahan dari gereja. "Sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk seorang paus berkulit hitam, atau berkulit kuning maupun merah, atau seorang Amerika Latin. Bisa juga paus dari Asia dan benua lain muncul," kata Uskup Agung Guatemala Oscar Julio Vian Morales setelah pengumuman pengunduran diri Benedict.
Selain Benedict yang berasal dari Jerman dan John Paul, Italia menjadi negara yang dominan di Vatikan selama berabad-abad. Beberapa pejabat Vatican senior sebelumnya telah memberi isyarat bahwa paus berikutnya dapat berasal dari Amerika Latin atau Afrika.
"Saat ini gereja sedang mencari seseorang dengan pengalaman yang luas, dari Jepang sampai Alaska dan dari Cile sampai dengan Kanada," kata Uskup Agung Pretoria, William Slattery, kepada Reuters.