REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Ribuan orang Jumat menuntut pengunduran diri pemerintah Irak di tengah meningkatnya kekerasan yang menyertai kebuntuan politik dalam dua bulan menjelang pemilihan umum tingkat provinsi.
Demonstrasi yang telah berlangsung hampir dua bulan ini mendesak pendongkelan Perdana Menteri (PM) Nuri al-Maliki sambil mengecam apa yang mereka sebut penargetan minoritas Sunni oleh pihak berwenang yang dipimpin Syiah.
Protes dimulai setelah shalat Jumat (15/2) di Mosul, Samarra, Kirkuk, Baquba, Ramadi, dan Fallujah. Daerah-daerah itu adalah wilayah berpenduduk mayoritas Sunni. Demikian juga daerah Sunni di Baghdad yang berada di bawah pengamanan ketat karena pemerintah khawatir pawai itu disusupi oleh militan.
"Penguasa harus melihat kondisi rakyat yang, meski miskin dan menderita, namun tetap hidup," kata Syeikh Abu Ala al-Hassani, dalam pernyataan kepada pemrotes di Mosul, seperti dilaporkan AFP.
Demonstrasi meletus pada Desember setelah penangkapan sejumlah pengawal Menteri Keuangan Rafa al-Essawi, seorang tokoh Sunni. Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011. Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.