REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia menahan seorang anggota parlemen Australia di bandara Kuala Lumpur, Sabtu (15/2).
Langkah Malaysia itu dinilai Canberra sebagai tindakan "mengecewakan dan mengejutkan".
Nick Xenophon, seorang Senator independen terkenal vokal, ditahan di bandara internasional dekat ibu kota Kuala Lumpur setibanya dari
Melbourne.
"Dia memberitahu saya bahwa dia sedang dideportasi," kata Ambiga Sreenevasan, pengacara dan ketua bersama kelompok reformasi pemilu Bersih, kepada AFP setelah ia berbicara dengan Xenophon Sabtu pagi.
Pemerintah Malaysia belum mengomentari keadaan sekitar penahanan Xenophon, namun Ambiga mengatakan tampaknya dia "di bawah Undang-Undang Pelanggaran Keamanan".
"(Pihak otoritas) mengatakan ia berisiko keamanan," tambahnya.
Xenophon, yang telah melakukan perjalanan beberapa kali ke Malaysia. Ia datang untuk memenuhi undangan para anggota kelompok Bersih, termasuk pemimpin oposisi Anwar Ibrahim dan para pejabat Komisi Pemilu, kata Ambiga.
Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr mengatakan, para pejabat Australia berupaya untuk menghubungi Xenophon, selain menteri dalam dan luar negeri Malaysia, serta berupaya untuk "secepatnya membebaskan" dari tahanan.
"Penahanan Senator Xenophon adalah tindakan mengejutkan dan mengecewakan dari negara dengan mana Australia secara rutin mempertahankan hubungan diplomatik yang kuat," katanya dalam satu pernyataan.
Undang-Undang Pelanggaran Keamanan (Tindakan Khusus), atau SOSMA, diberlakukan di Malaysia tahun lalu untuk menggantikan Undang-Undang Keamanan Internal era kolonial yang banyak dikecam, yang memungkinkan penahanan tanpa pengadilan.
Perdana Menteri Najib Razak telah dipuji karena mereformasi SOSMA dan lainnya untuk menunjukkan bahwa ia memberikan kebebasan sipil lebih banyak, tetapi kelompok hak asasi mengkritik undang-undang baru itu, dan mengatakan masih memberikan kekuasaan luas untuk menahan orang-orang terlalu lama.
Malaysia telah mendeportasi beberapa orang asing dalam beberapa tahun terakhir. Di antara mereka adalah pengacara Prancis yang mewakili satu kelompok hak asasi manusia dalam penyelidikan dugaan korupsi terkait dengan Najib.