REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sebuah kelompok Buddha garis keras di Sri Lanka menyerukan dihapusnya sistem sertifikasi halal makanan dan barang-barang.
Kelompok yang bernama Bodu Bala Sena itu juga mengingatkan agar penceramah agama lain harus meninggalkan Sri Lanka dalam waktu satu bulan.
Ribuan anggota kelompok itu berunjuk rasa di pinggiran ibu kota Kolombo. Dalam aksinya, kelompok garis keras itu juga menyerang beberapa masjid dan tempat bisnis Muslim. Gereja juga tidak luput jadi sasaran serangan.
Para pemimpin kelompok itu menyerukan boikot daging halal dan menuntut toko membersihkan stok daging sampai bulan April. Pengunjuk rasa laki-laki mengenakan kaus yang mencela metode halal yang digunakan umat Muslim.
’’Hanya biksu yang dapat menyelamatkan negara ini,’’ ujar Sekretaris Jenderal Bodu Bala Sena, Venerable Galaboda Aththe Gnanasara seperti dikutip dari BBC News, Senin (18/2).
Dia mengklaim umat Kristen dan Muslim mengancam umat Buddha. Ia menegaskan ratusan biksu siap untuk melawan.
‘’Negara kami adalah satu Sinhala dan kami polisi tidak resmi,’ kata dia.
Kelompok ini membantah menjadi antiminoritas. Seorang anggota kelompok Dilanthe Withanage menuding beberapa negara yang tidak disebutkan namanya mendanai Kristen fundamentalis dan Islam fundamentalis di Sri Lanka.
Pihak Islam dan Kristen menyangkal mempromosikan ekstremisme di Sri Lanka.
Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse meminta para biksu supaya tidak menghasut kebencian agama dan kekerasan. Politikus negara itu menyebut situasi di Sri Lanka sangat buruk.
‘’Setiap saat, kerusuhan etnis akan mulai antara Sinhala dan Muslim. Pemerintah tidak berusaha menghentikan kegiatan mereka,’’ ujar politisi Mujeebur Rahuman dari Partai Nasional Bersatu.
Pengikut Buddha Sinhala berjumlah tiga perempat dari 20 juta jumlah penduduk Sri Lanka.
Sementara itu jumlah penduduk yang beragama Islam sekira 10 persen dan umumnya memiliki hubungan baik dengan mayoritas Sinhala.