Senin 18 Feb 2013 17:22 WIB

G-20 Nyatakan Perang Lawan Pengemplang Pajak

Rep: Muhammad Iqbal / Red: A.Syalaby Ichsan
menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G-20
Foto: ibtimes.co.uk
menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G-20

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (MGM) negara-negara G-20 di Moskow, Rusia sepakat berperang dengan perusahaan-perusahaan multinasional pengemplang pajak.

Salah satu modus yang selama ini dilakukan adalah memindahkan keuntungan dari suatu negara ke negara lain sehingga pajak yang dibayarkan lebih sedikit.  

"Kami bertekad mengembangkan langkah-langkah untuk mengatasinya," seperti dikutip dari komunike bersama MGM G-20 pascapertemuan yang dihelat pada 15 hingga 16 Februari 2013, Senin (18/2).  Inggris, Prancis dan Jerman merupakan tiga negara utama yang berada di balik kesepakatan tersebut.   

Dalam konferensi pers bersama  Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble, Menteri Keuangan Prancis Pierre Moscovici dan Menteri Keuangan Inggris George Osborne, disebutkan pentingnya perubahan hukum dalam upaya global terkait penghidaran pajak.  

Schaeuble mengatakan, tidak adil apabila perusahaan multinasional menggunakan globalisasi sebagai alat untuk menghindari pembayaran pajak dengan adil.  Sedangkan, Moscovici menyebut masalah penghindaran pajak sebagai "masalah keadilan bagi warga kami".  

Osborne menambahkan, aturan pajak global telah dikembangkan hampir 100 tahun silam dan beberapa perubahan telah dilakukan.

Negara-negara G-20 sepakat untuk mengambil tindakan kolektif yang diperlukan.  Sembari menunggu rencana aksi yang rencananya pada akhir tahun ini akan diajukan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Cooperation and Economic Development/OECD).

Amazon, Google dan Starbucks adalah tiga perusahaan multinasional yang menjadi sorotan akhir-akhir ini akibat strateginya menghindari pajak di Inggris maupun Uni Eropa.  

Khusus untuk Starbucks, perusahaan waralaba kopi ini berada dalam sorotan di Inggris akibat hanya membayar pajak 13,8 juta dolar AS meskipun pendapatannya mencapai 4 miliar dolar AS.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement