Selasa 19 Feb 2013 02:02 WIB

Ini Dia Drone, Doktrin Terbaru Obama (IV)

Rep: Teguh Setiawan/ Red: M Irwan Ariefyanto
Drone, pesawat tak berawak sedang digotong pasukan AS
Foto: telegraf
Drone, pesawat tak berawak sedang digotong pasukan AS

REPUBLIKA.CO.ID,Sederhananya, pengoperasian drone membuat perang tanpa korban dari pihak yang melancarkan serangan. Operator drone berjarak ribuan mil, tapi mampu menembak sasaran dengan presisi tinggi.

Namun, drone ternyata memberi rasa aman palsu. Kesuksesan pengoperasian drone membutuhkan verifikasi yang hanya bisa dilakukan dengan menerjunkan pasukan di wilayah yang menjadi target serangan. Artinya, negara yang mengoperasikan drone masih berisiko kehilangan serdadu. Serangan drone juga tidak memperbaiki atau menyadarkan negara yang menawarkan tempat bagi tumbuh-kembang teroris.

Adalah benar drone mampu menyerang secara akurat, tanpa diketahui, dan mengurangi bahaya kehilangan pilot berbakat. Namun, drone tidak bisa memaksa pemerintah suatu negara mempertimbangkan kebijakannya membiayai atau menjadikan wilayahnya sebagai tempat pelatihan teroris. Drone memberi janji berlebih bagi penggunanya.

Drone bersenjata tidak sesederhana model pesawat atau serumit jet tempur. Namun, drone tidak sama dengan helikopter remote-controlled yang bisa dibuat di dalam garasi mobil. MQ-9 Reaper, drone berharga 26,8 juta dolar AS, jauh lebih murah dibanding jet tempur.

Bagi negara-negara dengan anggaran militer terbatas, atau ingin menghemat pengeluaran untuk pertahanan, drone kemungkinan menjadi pilihan pengganti pesawat tempur. Bukan tidak mungkin sejumlah negara sedang mempertimbangkan untuk mengganti pesawat tempurnya dengan drone.

Saat ini, lebih 50 negara telah mengoperasikan drone surveillance. Bukan tidak mungkin drone bersenjata akan menjadi persenjataan standar dalam beberapa tahun ke depannya. Persoalannya adalah adakah konvensi internasional yang mengatur penggunaan drone bersenjata.

AS tampaknya sedang membangun kecenderungan ini dan menentukan aturan internasional penggunaan drone. Tentu saja AS tidak berharap banyak negara mengadopsi teknologi ini meski secara terbatas.

Jika AS gagal mengontrol penggunaan drone di banyak negara, bukan tidak mungkin kelompok teroris bisa mendapatkannya. Jika itu terjadi, AS harus mempersiapkan diri menjadi mangsa dan bukan lagi predator.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement