REPUBLIKA.CO.ID,Bagaimana perencana militer AS akan mengenang Barrack Obama setelah presiden kulit hitam itu meninggalkan Gedung Putih? Menurut sejumlah pengamat, Obama akan dikenang sebagai presiden yang mengizinkan penggunaan drone.
Sejak serangan 11 September 2011, dan dilanjutkan dengan perang di Afghanistan dan Irak, AS dipaksa meningkatkan kemampuan melakukan serangan dengan cepat dan akurat ke lokasi-lokasi teroris. Sebelum Obama berkuasa, intelejen dan Pemerintah AS telah sampai pada kesimpulan pentingnya menyerang sarang teroris dan bukan hanya individu pemimpinnya.
Pada masa pemerintahan George W Bush, AS telah menggunakan drone, tapi sangat sedikit. Pemerintah Obama menggunakan drone tiga sampai enam kali lebih banyak dibanding pemerintahan Bush.
Pertanyaannya, untuk kepentingan apa Obama melancarkan perang drone? Dalam tool kit perang melawan teror, drone hanya satu dari sekian banyak senjata yang dipertimbangkan untuk digunakan.
Mungkin yang harus dipahami adalah sebagai presiden pada era modern, penggunaan drone, senjata paling mutakhir AS, adalah persepsi realitas. Serangan drone memang menimbulkan kontroversi, namun bagi sebagian orang—terutama direktur CIA John Brennan—semua ini adalah wajah Pemerintahan AS di bawah Obama. Brennan bahkan telah mendorong penggunaan drone sebagai doktrin Obama.
Kepada Kongres, Brennan secara terbuka mengatakan, penggunaan drone masih tetap penting bagi CIA dan Gedung Putih. Terutama untuk melanjutkan program perang melawan teroris. Drone, menurut Brennan, telah menjadi bagian dari strategi perang, bukan pilihan pengganti.
Di balik semua itu, penggunaan drone berkaitan dengan krisis finansial yang melanda AS sejak Obama menghuni Gedung Putih. Di satu sisi, Obama dituntut untuk terus melancarkan perang terhadap teroris, tapi di sisi lain harus merampingkan anggaran belanja militernya. Jika keuangan AS sehat, drone mungkin hanya menjadi pelengkap program perang melawan teroris, dengan keterlibatan serdadu menjadi sesuatu yang penting.