REPUBLIKA.CO.ID,Pertempuran udara pada masa depan mungkin tidak akan lagi melahirkan Saburo Sakai, pilot Jepang yang merontokkan 64 pesawat AS selama Perang Dunia II, tapi memunculkan robot terbang yang bisa merontokkan lawan di udara.
Adalah Timothy Chung, asisten profesor Naval Postgraduate School, yang akan mewujudkan hal itu. Ia telah merancang sebuah pertempuran udara, yang melibatkan 50 drone kecil versus lusinan musuh di langit Kalifornia Selatan pada 2015.
Ini bukan perang sungguhan, tapi permainan berteknologi tinggi yang melibatkan seratus pesawat kecil tak berawak. Juga bukan kompetisi sungguhan, tapi bagian dari eksperimen yang melibatkan banyak pesawat tanpa awak.
Chung sejak lama terlibat dalam proyek ini. Ia melakukan banyak eksperimen dengan pesawat tanpa awak agar bisa membantu Angkatan Laut (AL) Amerika Serikat (AS) mengatasi persoalan dengan kian mahalnya harga pesawat, semakin berkembangnya teknologi kedirgantaraan.
Daniel Terdiman, dalam artikelnya di cnet.com, menulis proyek yang digelar Chung memperlihatkan betapa AS kian khawatir dengan kemajuan teknologi dirgantara di berbagai belahan dunia. AS juga khawatir dengan kemampuan lawan-lawannya mengembangkan drone, atau pesawat tanpa awak, yang berpotensi digunakan menyerang Washington.
Bersama sejumlah mahasiswanya, Chung menghabiskan banyak waktu di Advanced Robotics System Engineering Lab (Arsenl) mengembangkan sejumlah pesawat kecil tanpa awak berharga murah yang disebut Aerial Battle Bots.
Berbeda dengan drone yang kini digunakan AS untuk membunuh tersangka teroris, Aerial Battle Bots adalah benda terbang otonom yang dirancang untuk bekerja bersama-sama melawan musuh. Namun, jangan berpikir negara lain tidak mengembangkan teknologi yang sama, yang disebut 50 UAV (unmanned aerial vehicle).
Chung tidak membangun pesawat terbang tanpa awak baru, tapi mengubah pesawat terbang radio kontrol yang disebut Unicorn dengan menampatkan komputer di onboard, serta peralatan lainnya. Ia berharap, Agustus 2013 timnya mendapatkan kendaraan terbang terprogram agar bisa memulai eksperimen pertempuran.
Eksperimen Chung sangat jauh dari medan perang AL sesungguhnya. Ia mempekerjakan mahasiswa dari berbagai jurusan, fisika, sistem informasi, riset operasi, dan sistem rekayasa untuk menghasilkan teknologi baru. Harapannya sederhana, hasil risetnya dapat memengaruhi pengambil keputusan.
Tantangan yang dihadapi Chung, juga AL AS, adalah bagaimana memiliki teknologi yang membuat militer Paman Sam tetap unggul di lautan. Lainnya, Chung harus mempersiapkan siswa-siswa yang mampu mengantisipasi kemajuan teknologi.