REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM--PBB, Ahad (24/2) mengungkapkan kecemasan mendalam atas pertempuran suku mematikan di Darfur, Sudan. Pertikaian itu telah mengganggu upaya-upaya bantuan bagi puluhan ribu orang yang mengungsi akibat kekerasan sebelumnya.
Penduduk di kota El Sireaf mengatakan, tembakan senapan mesin berat dan granat roket milisi Arab membakar rumah-rumah dan menewaskan lebih dari 50 orang pada Sabtu. "Kami sangat khawatir atas kekerasan itu," kata Damian Rance dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) kepada AFP.
"Kekerasan itu telah mempengaruhi kemampuan kami menjalankan operasi kemanusiaan," tambahnya.
Sekitar 100.000 orang telantar atau terdampak akibat pertempuran di Darfur sejak awal Januari. Pertikaian itu melibatkan suku Rezeigat dan saingan Arab dari kelompok Beni Hussein di daerah pertambangan emas Jebel Amir di negara bagian Darfur Utara.
Penduduk masih terlantar di sebuah kawasan luas namun sebagian besar dari mereka tiba di kota El Sireaf, di mana pertempuran pada Sabtu terjadi.
Konvoi-konvoi bantuan masih bergerak di daerah sekitarnya. "Namun kami tidak memiliki akses menuju kota El Sireaf" karena pertempuran, kata Rance.
Bentrokan-bentrokan antara pasukan Sudan dan gerilyawan masih terus berlangsung di Darfur meski misi penjaga perdamaian terbesar dunia UNAMID ditempatkan di wilayah Sudah barat itu.
Misi PBB-Uni Afrika di Darfur (UNAMID), yang kini berjumlah 23.500 orang dan merupakan misi penjaga perdamaian terbesar di dunia, ditempatkan di Darfur, Sudan barat, sejak 2007 untuk berusaha mengakhiri permusuhan antara pemberontak dan pemerintah Sudan.
PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab. Pemberomtak menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan. Pemerintah Khartoum menyebut jumlah kematian hanya 10.000.