Jumat 01 Mar 2013 03:01 WIB

Bom di Baghdad Tewaskan 15 Orang

Serangan bom mobil di Baghdad, Selasa (22/1).
Foto: AP/Hadi Mizban
Serangan bom mobil di Baghdad, Selasa (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Serangan bom di sekitar Baghdad, termasuk dua pemboman mobil di dekat sebuah lapangan sepak-bola, menewaskan sedikitnya 15 orang dan mencederai lebih dari 50 pada Kamis (28/2), kata beberapa pejabat keamanan dan medis.

Dengan kekerasan terakhir itu, menurut data AFP berdasarkan keterangan dari sumber-sumber keamanan dan medis, lebih dari 200 orang tewas dan 550 cedera dalam berbagai serangan pada Februari 2013.

Seorang pejabat kementerian dalam negeri mengatakan, sebuah bom mobil meledak di dekat lapangan sepak-bola di daerah Shuala, Baghdad, yang disusul kemudian ledakan kedua setelah pasukan keamanan tiba di lokasi ledakan pertama.

Polisi dan seorang pejabat medis mengatakan, sedikitnya 11 orang tewas dan 30 cedera dalam ledakan-ledakan itu.

Di Mahmudiyah, sebelah selatan Baghdad, seorang militan meledakkan granat tangan ketika warga berusaha menangkapnya, dan lima bom meledak di tempat berdekatan, yang menewaskan sedikitnya dua orang dan mencederai tujuh lain, kata sejumlah pejabat keamanan dan medis.

Dua bom pinggir jalan juga meledak di daerah Shurta al-Rabea, Baghdad selatan, menewaskan satu orang dan mencederai tujuh lain. Sementara ledakan bom mobil di Aziziyah, sebelah tenggara Baghdad, menewaskan satu orang dan mencederai 17 lain, kata para pejabat.

Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan-serangan itu, namun gerilyawan sering melancarkan serangan semacam itu dalam upaya menggoyahkan pemerintah dan mendorong kembalinya kekerasan sektarian seperti pada 2005-2008.

Kekerasan itu merupakan yang terakhir dari gelombang pemboman dan serangan bunuh diri di tengah krisis politik antara Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan mitra-mitra pemerintahnya dan pawai protes selama beberapa pekan yang menuntut pengunduran dirinya.

Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni. Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi.

Penangkapan terhadap Wakil Presiden Tareq Al-Hashemi itu atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.

Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.

Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.

Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad. Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki.

sumber : antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement