Selasa 05 Mar 2013 18:24 WIB

Konflik Laut Cina Selatan, Indonesia Harus Memihak

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Dewi Mardiani
Laut Cina Selatan
Foto: timegenie.com
Laut Cina Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sedang berada di tengah-tengah zona berbahaya. Pakar Hukum Kelautan, Hasjim Djalal, mengatakan demikian. Kata dia, kawasan Laut Cina Selatan akan menjadi pemicu utama peperangan. Menurutnya, persoalan tumpang tindih di kawasan tersebut sulit untuk terselesaikan.

Menurutnya, berbagai persoalan mulai dari potensi sumber daya alam di laut konflik dan kedaulatan negara-negara Asia Tenggara sudah mengundang keributan bagi banyak negara. ''Indonesia tidak terlibat, tapi harus terlibat.'' Kata Djalal saat menjadi pembicara di Diskusi Konflik Laut Cina Selatan di Institut Peradaban, Jakarta, Selasa (5/3).

Dorongan untuk terlibat, kata dia, juga tampak dari banyaknya negara lain terseret arus konflik serupa. Djalal mencontohkan keterlibatan Amerika Serikat (AS) semakin meramaikan situasi. Kata dia, kerja sama antara India dan Vietnam dalam pengelolaan energi semakin menandakan kawasan tersebut adalah pelik. Sementara, lanjutnya, negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) juga tidak satu suara mengenai pertikaian antar-anggota.

Laut Cina Selatan adalah lautan di tepi Samudera Pasifik. Luasnya mencapai 3,5 juta kilometer persegi, membentang dari barat daya Singapura, ke timur laut sampai ke arah Selat Taiwan di daratan Cina. Kawasan ini menjadi sumber rebutan antara sebagian anggota ASEAN  dan Pemerintahan Cina.

Djalal mengatakan, sekira 213 miliar barel minyak terbukti berada di tempat tersebut. Ditambah lagi dengan pembuktian oleh tim perminyakan di Beijing setelah menemukan sumber gas sebesar 25 triliun meter klubik gas alam. Angka tersebut lebih besar dari cadangan energi pendaman AS. ''Ini yang sudah terbukti keberadaannya,'' kata Djalal.

Selama ini kata dia, Indonesia sudah benar memposisikan diri. Pemerintahan di Jakarta tepat menjadi penengah dalam sengketa di kawasan itu. Akan tetapi Indonesia belum mempunyai keputusan strategis mengenai bakal konflik dari kawasan itu. ''Indonesia harus memilih mendukung Cina atau mempertahankan  ASEAN yang juga tidak akur untuk melawan Cina,'' ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement