REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kerusuhan di Suriah terus berkecamuk tanpa kendali, sehingga mengancam pendidikan ratusan ribu anak, kata Dana Anak PBB (UNICEF), Selasa (5/3). Lembaga ini juga mendapati, seperlima sekolah di Suriah mengalami kerusakan dan warga kehilangan tempat tinggal.
Penilaian UNICEF memperlihatkan sangat banyak sekolah telah hancur, para guru telah menemui ajal, dan angka kehadiran telah terjun bebas. Krisis politik meletus pada Maret 2011 dan belakangan berubah menjadi kerusuhan dan bentrokan bersenjata, sehingga menciptakan krisis kemanusiaan di sebagian wilayah negara Timur Tengah tersebut.
"Sistem pendidikan di Suriah adalah dampak dari kerusuhan," kata Youssouf Abdel-Jelil, sebagaimana dikutip dari Xinhua, Rabu (6/3) malam. "Suriah pernah bangga dengan kualitas sekolahnya. Sekarang negeri ini menyaksikan prestasi yang dicapainya selama bertahun-tahun dengan cepat berputar 180 derajat."
Menurut penilaian itu, seperlima sekolah di negeri tersebut telah menderita kerusakan fisik langsung atau digunakan untuk menampung orang yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka (IDP).
Di berbagai kota besar tempat konflik paling sengit, seperti di Idlib, Aleppo dan Deraa, anak-anak seringkali tak bisa bersekolah, kadangkala hanya hadir dua kali dalam sepekan. Namun di daerah dengan banyak IDP, kelas penuh sesak, kadangkala menampung sampai 100 murid.
Penilaian itu, yang dilakukan pada Desember, juga mendapati lebih dari 110 guru dan banyak guru lain tak lagi melapor untuk mengajar. Di Idlib, kehadiran guru tak lebih dari 55 persen. Sebagian sekolah juga telah digunakan oleh Angkatan Bersenjata dan kelompok bersenjata terlibat dalam konflik tersebut, sehingga orang tua enggan mengirim anak mereka ke sekolah.