REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) membatalkan perjanjian non-agresi dengan Korea Selatan. Ini menyusul Dewan Keamanan PBB menambah sanksi untuk negara tersebut. Sanksi bagi Korut ditambah setelah Pyongyang melakukan uji coba nuklir ketiga Februari lalu.
Pyongyang mengeluarkan sejumlah peringatan sebelum dewan keamanan melakukan pertemuan. Mereka mengancam akan meluncurkan serangan ke AS. Para ahli menyatakan Korut suka membuat pernyataan perang tanpa tindakan dan tidak memercayai kepemilikan hulu ledak nuklir yang bisa menjangkau AS.
Setelah resolusi yang memberi sanksi Korut keluar, Komite Reunifikasi Damai Korea membatalkan pakta hotline dan non-agresi.
"Berdasarkan strategi dan permainan, mereka harus merespon," ujar Wakil Direktur untuk program Asia timur-Utara International Crisis Group, Daniel Pinkston dilansir Guardian.
Daniel juga menduga ada latihan rudal dengan mengumumkan zona eksklusif untuk kapal dan pesawat di lepas pantai Korea "Kemungkinan mereka akan melakukan ujicoba nuklir lagi," tambah dia.
PressTV menulis pada Kamis (7/3) waktu setempat, Dewan Keamanan meloloskan draf resolusi dari AS dan Cina untuk melawan Korut. Sanksi tersebut akan memperketat kesepakatan keuangan untuk Pyongyang dan menambah sejumlah daftar hitam di PBB.
Resolusi tersebut juga mengancam akan memberi sanksi tambahan jika Pyongyang melakukan lebih banyak uji coba nuklir atau peluncuran roket. PBB mengekspresikan perhatian penuh pada uji coba nuklir di bawah tanah Korut pada 12 Februari lalu. Pyongyang sebelumnya telah melakukan uji coba nuklir pada 9 Oktober 2006 dan 25 Mei 2009.