Selasa 12 Mar 2013 01:35 WIB

Siapa yang Berhak Atas Sabah? Ini Klaim Malaysia

Rep: Teguh Setiawan / Red: M Irwan Ariefyanto
Foto kenang-kenangan saat Sabah merdeka dari Inggris
Foto: http://kgsilou.blogspot.com
Foto kenang-kenangan saat Sabah merdeka dari Inggris

REPUBLIKA.CO.ID,Sengketa Sabah tampaknya tidak akan selesai dalam tiga dekade ke depan. Filipina, setelah kegagalan Operasi Merdeka, seakan tidak ingin lagi mengangkat persoalan ini ke forum internasional.

Malaysia terus membangun infrastruktur Sabah, mengeksploitasi seluruh sumber daya alam (SDA)-nya, dan sebisa mungkin menyejahterakan masyarakatnya. Filipina hanya bisa gigit jari.

Di sisi lain, keluarga Kesultanan Sulu mulai tidak puas dengan uang sewa yang 1.500 dolar AS per tahun dan berusaha menuntut kompensasi 10 persen dari gross domestic product (GDP) yang mencapai 100 miliar dolar AS. Bagi orang Tausug di Mindanao, Tawi Tawi, Palawan, dan Sulu, Sabah akan tetap menjadi bagian dari kehidupan masa depan mereka.

Bagi pemerhati masalah internasional, persoalan Sabah harus dipahami dari dua perspektif pihak yang bersengketa.

Perspektif Malayia

Malaysia mengklaim kepemilikan Sabah berdasarkan Protokol Madrid 1885, ditandatangani Inggris, Jerman, dan Spanyol, yang menegaskan pengaruh Spanyol atas kepulauan Filipina. Dalam protokol itu, Spanyol melepas klaimnya atas wilayah Kalimantan Utara atau Sabah. Di sisi lain, Malaysia percaya Filipina—sebagai penerus Kesultanan Sulu—tidak memiliki kewenangan hukum atau kedaulatan atas Borneo Utara.

Pada tahun-tahun sebelum pembentukan federasi Malaysia, dua penyelidik dibentuk untuk mengunjungi Sabah dan Sarawak. Tujuannya, membentuk opini publik akan pentingnya merger Semenanjung Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah.

Satu hal yang perlu dicatat, komisi tidak diberi mandat untuk menyelesaikan status hukum Sabah, juga tidak mengusulkan perlunya referendum. Komisi pertama, dibentuk politisi Semenanjung Malaya dan Inggris, dipimpin Lord Cobbold—dan dikenal sebagai Komisi Cobbold.

Komisi menemukan bukti bahwa kira-kira sepertiga penduduk Sarawak dan Malaysia lebih suka bergabung dengan federasi Malaysia dan tidak peduli dengan banyaknya persyaratan juga kondisi. Sepertiga lainnya mempertanyakan semua syarat dan keamanan. Sisanya terpecah menjadi dua; mereka yang menuntut kemerdekaan dan menjadi negara sendiri serta mereka yang mengiginkan tetap berada di bawah jajahan Inggris sampai beberapa tahun ke depan.

Indonesia dan Filipina menolak temuan Komisi Cobbold. Pada 1963, diadakan pertemuan tiga pihak di Manila antara Presiden Sukarno, Presiden Diosdado Macapagal, dan PM Tunku Abdul Rahman. Hasil pertemuan, ketiganya sepakat mengajukan petisi ke PBB untuk mengirim kembali komisi penyelidikan. Sebagai gantinya, Indonesia dan Filipina menanggalkan keberatan mereka terhadap pembentukan federasi Malaysia jika komisi baru menemukan opini publik yang mendukung federasi.

PBB segera membentuk misi ke Kalimantan, yang terdiri dari diplomat-diplomat Argentina, Brasil, Sri Lanka, Cekoslovakia, Ghana, Pakistan, Jepang, dan Yordania. Misi harus menuliskan laporannya langsung ke U Thant, sekjen PBB saat itu.

Komisi menemukan mayoritas, jumlahnya cukup besar, mendukung gagasan bergabung dengan Malaysia. Indonesia dan Filipina, sekali lagi, menolak laporan komisi. Sukarno memicu konfrontasi dengan Malaysia. Filipina menyusun rencana menstabilisasi Sabah dengan memanfaatkan dua suku loyalis Kesultanan Sulu; Tausug dan Sema.

JP Sakuragi, dalam Operation Merdeka: Regaining Sabah, menulis Malaysia mengeksploitasi sentimen agama dalam kampanye sebelum jajak pendapat, bahkan saat komisi bentukan PBB bekerja. Bagi Muslim Sabah dan Sarawak, bergabung dengan federasi Malaysia—yang didominasi Muslim—adalah pilihan pertama.

Dalam kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, Malaysia mendesak Indonesia membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional. Kuala Lumpur yakin akan menang karena dasar klaim mereka sangat kuat.

Namun, Kuala Lumpur menolak mati-matian desakan Manila untuk membawa masalah Sabah ke Mahkamah Internasional karena tahu dasar klaim mereka sangat lemah. Di sisi lain, Malaysia telanjur enak berdaulat di atas wilayah sewa dengan harga termurah di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement