Selasa 12 Mar 2013 16:28 WIB

Para Kardinal Memulai Prosesi Pemilihan Paus

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Nidia Zuraya
Paus Benediktus dalam pidato terakhirnya, Ahad (24/2/2012) di Vatican City.
Foto: AP
Paus Benediktus dalam pidato terakhirnya, Ahad (24/2/2012) di Vatican City.

REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN -- Otoritas Vatikan mulai melakukan prosesi penunjukkan pengganti Pemimpin Tertinggi Kristen Katolik Paus Benediktus XVI yang mengundurkan akhir bulan lalu. Sekira 115 Kardinal dari seluruh dunia berkumpul di Vatikan untuk melakukan konklaf.

''Kami siap memasuki pemilihan sore ini.'' Kata Kardinal dari Afrika Selatan, Wilfrid Fox Napier, seperti dilansir Reuters, Selasa (12/3). Konklaf akan dilakukan Selasa (12/3) menjelang sore waktu setempat, atau Rabu (14/3) dini hari waktu Jakarta.

Napier mengatakan, Kardinal dari seluruh negara bertemu di Ibu Kota, Italia, Roma. Sebagian diantaranya sudah berada di kota tersebut sejak sepekan terakhir, menunggu yang lain. Kardinal selanjutnya di boyong menuju Hotel Santa Martha, di jantung Kota Vatikan. Prosesi konklaf akan dilakukan di ruangan terkenal di  Kapel Sistina. Tempat tersebut adalah kompleks gereja dekat Paus bertahkta.

Menurut Napier, konklaf kali ini berbeda. Bahkan kata dia akan memakan waktu yang tidak akan sebentar. Hal tersebut lantaran belum ada satupun diantara Kardinal yang menonjol untuk memipin umat.

Dikatakannya, beberapa isu dan pembahasan serius juga akan menjadi topik panas disela pemilihan pemimpin bagi 1,2 miliar umat Kristiani di dunia tersebut. Napier tidak meragukan potensi perdebatan tersebut. ''Kali ini berbeda. Ini akan membutuhkan empat sampai lima hari," tambah Napier.

Lamanya perkiraan waktu tersebut berbeda saat Paus Benediktus ditunjuk pada 2005 silam. Para Kardinal waktu itu hanya membutuhkan 24 jam untuk memilihnya.Konklaf menjadi sarana pencarian pengganti Paus. Biasanya konklaf diadakan setelah Paus dinyatakan wafat. Namun berbeda lantaran Paus ke-265 saat ini, memilih mundur dari tahktanya lantaran mengalami kerentaan karena usia.

Konklaf biasanya dilakukan tertutup.Kardinal akan memilih masing-masing pilihannya dalam konklaf. Menyaring masing-masing pilihan tersebut hingga merucut pada satu nama. Biasanya umat sebagian umat Kristen dari seluruh dunia menunggu di halaman Santa Petrus untuk memperhatikan kepulan asap putih penanda konklaf telah menemukan Paus.

Beberapa spekulasi sempat beredar mengenai mundurnya Paus. Mulai dari indikasi keterlibatannya dalam kejahatan kemanusian, sampai dengan penggelapan keuangan gereja melalui unit-unit usaha. Paus dituduh melindungi oknum agamawan.

Beberapa tuduhan lain juga terlempar, seperti kegagalan Paus mempertahankan keyakinan doktrin gereja dengan meningkatnya sekulerisme di kalangan Kristiani. Belum lagi tuduhan atas pelecehan kejahatan kemanusian akibat pelecehan seksual.

Reuters mengatakan beberapa nama Kardinal sempat mencuat. Kardinal dari Italia, Angelo Scola salah satunya. Scola dianggap tepat mengembalikan tahta Vatikan ketangan warga Italia. Namun namanya dihadang oleh Kardinal Odilo Scherer dari Brasil.

Nama Odilo menjadi buah bibir lantaran selama ini kepemimpinan gereja hanya didominasi oleh kelompok Benua Eropa. Reuters mengatakan lebih dari 1.300 tahun sejarah Kepausan, konklaf tidak pernah melirik Kardinal dari kawasan di luar Benua Biru.

Sementara dari kelompok Kardinal dari kawasan Amerika lainnya, seperti Timothy Dolan dan Sean O'Malley dari Amerika Serikat (AS) mendapat dukungan dari warganya. Akan tetapi skandal pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur marak di AS.Kardinal dari Kanada, Marc Ouellet dan dari Argentina, Leonardo Sandri juga tidak kurang mendapat dukungan. Pendukung masing-masing Kardinal meyorot komposisi pemeluk Kristen di wilayah Kardinal sebagai salah satu pertimbangan pengganti Paus.

Masih menurut Reuters umat Kristen dari Benua Eropa hanya sekira 24 persen dari total populasi Kristen di dunia. Akan tetapi mencuatnya nama-nama dari kelompok Amerika Latin tidak menjamin keterpilihan mereka. Para Kardinal di kawasan ini masih banyak menyimpan kegagalan seperti merebaknya gereja-gereja Avengelis dan tingginya angka kemiskinan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement