REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Komite Peradilan Senat Amerika Serikat (AS), Selasa (12/3) menyetujui desakan Presiden Barack Obama agar pemeriksaan catatan kejahatan diberlakukan terhadap semua pembeli senjata. Namun, belum bisa dipastikan apakah dukungan Komite Senat terhadap permintaan Obama itu akan bisa menjadi undang-undang.
Dalam pemungutan dengan posisi 10:8, panel yang dipimpin Demokrat itu kemudian mengirimkan rancangan undang-undang ke Senat. Rancangan ini kemungkinan akan menghadapi hambatan hingga gagal dijadikan undang-undang.
Para penjual senjata api yang terdaftar secara federal saat ini diwajibkan melakukan pemeriksaan latar belakang para pembeli senjata api. Namun, sekitar 40 persen penjualan dilakukan oleh penjual-penjual swasta yang tidak terkena kewajiban tersebut.
Obama mengajukan permintaan tentang pemeriksaan catatan pembeli senjata setelah terjadinya tragedi penembakan di sekolah di Connecticut pada Desember lalu. Peristiwa itu menewaskan 20 anak-anak dan enam orang dewasa.
Kalangan Partai Republik di Komite Peradilan menentang rancangan undang-undang tersebut. Mereka mengatakan bahwa penjualan senjata api pribadi antara para anggota keluarga dan teman-teman harus dibebaskan dari pemeriksaan latar belakang.
Mereka juga menentang persyaratan yang mengharuskan para penjual pribadi menyimpan catatan penjualan senjata api, karena dikhawatirkan hal itu bisa mengarah kepada pemeriksaan senjata dan pada akhirnya penyitaan.
Komite Peradilan menyetujui rancangan undang-undang kedua dengan hasil pemungutan suara 14:4 bagi anggaran senilai 40 juta dolar (Rp 387,7 miliar) setahun selama 10 tahun mendatang untuk meningkatkan pengamanan sekolah. Pada Kamis, Komite diperkirakan akan menyetujui sebuah RUU yang didukung Presiden Obama untuk memperbarui larangan senjata penyerangan tipe militer