REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan memperingatkan Korea Utara tidak dapat mengakhiri gencatan senjata secara sepihak. Sebelumnya, Korut ingin membatalkan perjanjian gencatan senjata yang mengakhiri perang keduanya periode 1950-1953.
Korea Utara telah memutuskan sambungan telepon khusus (hotline) dengan Korsel dan ingin mengakhiri pakta nonagresi. Hal itu dilakukan untuk menanggapi sanksi baru yang diberlakukan PBB terhadap Korut setelah uji coba nuklir ketiga.
Kedua negara korea tersebut secara teknis masih dalam kondisi konflik karena perang 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. Korut menyatakan gencatan senjata tidak valid lagi. Namun, Korsel mengatakan deklarasi sepihak tidak cukup.
"Pembatalan sepihak atau mengakhiri perjanjian gencatan senjata tidak diperbolehkan menurut peraturan hukum internasional," ujar juru bicara Kementrian Luar Negeri Korsel, Cho Tai-Young dilansir BBC.
Seoul akan menjaga perjanjian gencatan senjata. Mereka juga akan memperkuat konsultasi kerjasama dengan Amerika Serikat dan Cina yang merupakan pihak terkait perjanjian gencatan senjata.
"Kami menuntut Korea Utara untuk menarik pernyataan yang mengancam stabilitas dan perdamaian di semenanjung Korea dan di kawasan," ujar juru bicara tersebut.
Ini bukan pertama kalinya Korut menarik diri dari gencatan senjata. Pada 2009, mereka juga mengeluarkan ancaman serupa setelah uji coba nuklir.