Rabu 13 Mar 2013 19:31 WIB

Mengapa Asap Masih Jadi Sinyal di Vatikan?

Rep: Nur Aini/ Red: Fernan Rahadi
Asap di Kapel Sistine.
Foto: .thecommentator.com
Asap di Kapel Sistine.

REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN -- Kardinal dari seluruh dunia tengah berkumpul di Kapel Sistine, Vatikan untuk memilih paus baru atau konklaf.

Dalam pemilihan itu, hal paling ditunggu masyarakat di luar kapel adalah warna asap di cerobong kapel. Asap menjadi sinyal apakah para kardinal berhasil memilih paus baru.

Di era ketika Benediktus XVI mengirim pesan lewat Twitter dan Kapel Sistine dibersihkan dari perangkat perekaman, hasil konklaf akan diumumkan lewat asap dari pembakaran kertas suara.

Asap hitam menunjukkan belum adanya suara bulat. Sementara, asap warna putih menunjukkan seorang paus baru telah dipilih. Pengumuman resmi akan dibuat satu jam kemudian.

CNN melaporkan perapian Vatikan bergaya kuno dan cerobong asap yang terpasang diperkenalkan untuk menjaga independensi konklaf.

"Seluruh kerahasiaan diberlakukan untuk melindungi kardinal dari pengaruh luar, " ujar pernyataan Vatikan.

Dalam aturan di Vatikan, paus baru memerlukan dua pertiga suara untuk terpilih. Pemilihan bisa berlangsung berhari-hari. Sinyal asap yang dikeluarkan cerobong pun tidak selalu jelas.

Profesor sejarah di Universitas Teknik Virginia, Frederic Baumgartner mengatakan sebelum 1800-an, pintu dan jendela yang terbuka menjadi simbol pemilihan paus selesai. Sinyal lainnya juga berasal dari suara ribut dari dalam kapel dan suara meriam dari Kastil Sant Angelo.

Pada abad ke-19, Baumgartner mengatakan ada yang menyebutkan asap menandakan tidak ada pemilihan dan mereka akan membakar kertas suara. Asap digambarkan sering berwarna kuning.

"Dari yang saya baca dari 1800-an, ketika mereka tidak melihat asap maka mereka bisa berharap, " ujarnya.

Referensi pertama tentang arti berbeda dari asap putih dan hitam berasal dari konklaf 1903. "Alasan utama mereka memakai asap hitam dan putih karena adanya kebingungan dari masyarakat apa yang terjadi, " terang Baumgartner.

Pendeta dan pengumpul arsip, Nicholas Schofiled mengatakan ketika tidak ada kesatuan suara, jerami basah akan ditambahkan dalam perapian untuk membuat asap hitam. Namun pada konklaf 1958, zat kimia ditambahkan dalam perapian untuk membuat warna asap lebih jelas.

Asap dari perapian biasanya keluar warna abu-abu. Hal itu membuat konklaf 1978 yang memilih Paus Yohanes Paulus II ada sinyal salah. Pemilihan Yohanes Paulus II kemudian ditentukan bunyi lonceng dari St.Peters.

"Masalahnya, lonceng berbunyi sepanjang waktu di Vatikan, " ujarnya.

Pada pemilihan Paus Benediktus XVI pada 2005, lonceng telah berbunyi bersamaan dengan asap keluar dari cerobong Kapel Sistine. Kebingungan masih terjadi meski sejumlah perangkat dikenalkan untuk meningkatkan penampakan warna asap. Menjelang konflaf tahun ini, teknik kimia tertentu telah ditingkatkan untuk memastikan sinyal warna asap yang lebih jelas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement