REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel gemas untuk menyerang Iran. Kecurigaan terkait ancaman nuklir Iran, menjadi satu-satunya alasan Negeri Bintang David itu meratakan Negeri Para Mullah itu.
Israel tak bosan-bosannya menuding Iran mengembangkan reaktor nuklir untuk menyerang wilayah yang di pendudukannya. Karena itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan negara ilegal itu tidak akan berpangku tangan, meski sekutu abadinya, Amerika Serikat (AS) melarang menyerang Iran.
"Israel tidak pernah menyerahkan hak untuk mempertahankan diri kepada negara lain," tegas Netanyahu dalam jumpa persnya bersama Presiden AS, Barack Obama, di Tel Aviv, Rabu (20/3) malam, dan dilansir the Guardian Kamis (21/3).
Netanyahu menuduh program nuklir Iran adalah ancaman bagi semua negara. Pernyataan Netanyahu itu secara langsung membantah permintaan Obama yang ingin serangan terhadap Iran ditunda. Namun, Obama berulang kali mencegah sekutu utamanya di Timur tengah itu menyerang Iran.
Bagi Obama, persoalan Iran adalah ranah diplomasi dan bukan invansi. Presiden AS ke-44 itu setuju mengatakan Iran sedang membangun basis nuklir di negaranya. Namun pencegahan dengan cara invasi adalah pilihan terakhir dari beberapa alternatif dan jalan ke luar.
Selama ini AS bersama Uni Eropa (UE) mencoba memberikan sanksi ekonomi bagi Iran. Namun bentuk sanksi itu dianggap Israel adalah lemah. Netanyahu mengatakan pendekatan diplomasi sudah lapuk. Sanksi ekonomi sekalipun, terbukti gagal menghalangi pengayaan uranium rezim Syiah. "Ancaman yang jelas dan kredibel adalah aksi militer," kata Netanyahu menegaskan.
Perdana Menteri Israel yang baru terpilih kembali itu menyatakan produksi uranium Iran telah mencapai ambang mencemaskan.
"Kami (AS dan Israel) punya penilaian sama. Dalam setahun, Iran berada dalam zona kekebalan," kata Netanyahu menegaskan.