REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA -- Israel tidak berkomitmen untuk mengakhiri blokade di Gaza sebagai bagian dari rekonsiliasi dengan Turki. Bahkan, Israel tidak segan bertindak lebih keras di wilayah Palestina jika keamanan dinilai terancam.
Sebelumnya, Israel meminta maaf atas pembunuhan sembilan orang Turki di atas kapal laut aktivis pada 2010. Mereka membayar kompensasi dan melonggarkan blokade.
"Jika ada ketenangan, proses mempermudah kehidupan warga Gaza akan berlanjut. Tapi jika ada Katyusha (roket) ditembakkan, maka gerakan itu akan diperlambat dan bahkan dihentikan, jika perlu dibalas, " ujar Penasehat Keamanan Nasional Israel, Yaakov Amidror, seperti dilansir Reuters, Ahad (24/3).
Menurut Amidror, Israel tidak sepakat dengan Turki yang menginginkan negara Yahudi tersebut mengirim kebutuhan ke Gaza serta kemudahan atas warga Gaza. "Kami tidak berniat menyerah dalam memperjuangkan hak untuk menanggapi apa yang terjadi di Gaza karena perjanjian dengan Turki, " ujarnya.
Namun, Amidror mencatat rekonsiliasi memberi manfaat bagi Israel yakni membantu mencegah dampak perang sipil di Suriah, serta kepentingan regional lainnya termasuk kerjasama dengan NATO.
Pada Kamis (21/3) lalu, militan Gaza menembakkan roket ke Israel saat kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama. Namun, tidak menimbulkan korban. Israel menanggapinya dengan menutup penyebrangan komersial dengan Gaza serta memblokade akses warga Palestina untuk mencari ikan.