REPUBLIKA.CO.ID, MEIKHTILA — Kerusuhan antarkelompok di Myanmar merembet ke dua kota tetangga Meikhtila. Tim pemantau PBB pun meminta pemerintah Myanmar segera bertindak.
Pada Ahad malam (24/3), stasiun televise lokal menyiarkan sebuah masjid dan 50 rumah dibakar di kota Yamethin yang terletak 64 km dari Meikhtila. Hal yang sama terjadi di kota Lewei.
Pemerintah Myanmar mendata ada 32 orang tewas dan telah menahan 35 orang lainnya yang diduga terlibat dalam kekerasan tersebut.
“Pertumpahan darah ini menjadi episode kedua dari peristiwa Rakhine-Rohingya. Ini sebuah paradoks sebuah kebebasan menuju negara demokrasi yang menimbulkan konflik antarwarga.
Pemerintah harus bisa menyediakan tempat yang layak buat pengungsi seperti penduduk Myanmar lainnya,” cetus aktivis International Crisis Group Jim Della-Giacoma pada AP, Senin (25/3).
Pada Ahad (24/3) lalu, penasihat Sekjen PBB Vijay Nambiar juga telah memantau Meikhtila dan memintah pemerintah Myanmar member hukuman setimpal buat para pelaku kerusuhan. Dia juga mengunjungi pengungsian yang menampung 10 ribu orang yang kehilangan tempat tinggal.
Nambiar melihat sebenarnya solidaritas antarkelompok sangat tinggi disana. Bahkan para pemimpin agama masing-masing selalu menyerukan hidup damai berdampingan. Dia mendapat informasi jika kerusuhan itu dipicu pihak luar.
"Disana ada sedikit rasa kekhawatiran dan ketakutan antara satu sama lain. Tapi bukan kebencian. Para provokatornya harus segerea ditangkap dan dihukum,” tegas Nambiar.
Juru bicara media pemerintah Myanmar, Myanma Ahlin mempublikasikan pernyataan bersama pemimpin umat Buddha, Muslim, kristiani, dan Hindu.
Mereka menyatakan keprihatinannya akan lenyapnya nyawa serta harta warga. Mereka pun meminta para biksu Buddha bisa mengurangi ketegangan sosial.
"Pemerintah harus menyediakan tempat tinggal yang layak serta menjamin keamanan. Kemudian menyelidiki dan menindak para pelaku dengan hokum yang berlaku,” tulis kelompok yang menamakan Organisasi Persaudaraan Lintas Agama itu.