REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS), menanda tangani pakta perjanjian militer untuk menghadapi Korea Utara (Korut), Senin (25/3).
Pakta perjanjian itu menjadi alat Korsel dan AS akan berkomunikasi satu sama lain dalam menghadapi agresi Korut. Penanda tanganan pakta itu dilakukan menyusul ancaman Korut yang akan menyerang semua negara yang bersekutu melakukan latihan gabungan.
Ancaman itu membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara-negara Barat menjatuhkan sanksi terhadap Korut yang menguji coba nuklir.
Pakta itu kemudian ditujukan untuk merespon tindakan level bawah, seperti serangan di tempat perbatasan. Pakta perjanjian itu juga menjadi jaminan AS yang mendukung Korsel untuk membalas dendam, dan mengizinkan Negeri Ginseng itu mengajukan permohonan bantuan tambahan kekuatan militer kepada Amerika, jika memang dibutuhkan.
“(Pakta) itu mengizinkan kedua bangsa untuk bersama-sama merespon provokasi Korut, dimana Korsel yang memimpin, dan AS mendukung,” kata juru bicara kementerian pertahanan Korsel, Kim Min-Seok seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (26/3).
Dijelaskan Min-Seok, pakta itu akan memberi efek mencegah Korut yang berani menantang Korsel. Menurut isi pakta, ada skenario tindakan di masa mendatang termasuk serangan perbatasan maritim, menjaga pulau yang berbatasan, dan menyusup dengan kekuatan khusus berupa jet tempur.
Kepala staf gabungan Korsel jenderal Jung Seung-Jo mengatakan pakta perjanjian itu akan membuat Korut menyesal telah melakukan tindakan provokatif. AS menempatkan sedikitnya hampir 30 ribu pasukan di Korsel yang diperkuat dengan pangkalan militer milik negara Adidaya itu di Jepang.