REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Puluhan ribu warga Rohingya yang tinggal di kamp-kamp pengungsi rawan banjir di Myanmar barat setelah melarikan diri dari aksi kekerasan segera menghadapi musim hujan yang berbahaya, kata PBB Jumat.
Sekitar 125 ribu warga Rohingya dan kelompok Muslim lainnya tinggal di kamp-kamp tanpa sanitasi memadai sejak kerusuhan meletus tahun lalu dengan warga Buddha di negara bagian Rakhine, yang banyak menimbulkan korban jiwa dan tempat kediaman mereka hancur.
Mereka "kini segera menghadapi bahaya baru apabila musim hujan melanda daerah itu... Kita harus segera mencegah satu tragedi yang telah diperkirakan akan terjadi," kata John Ging dari Kantor PBB bagi Koordinasi Urusan Kemanusiaan.
Dengan musim hujan yang diperkirakan akan dimulai Mei, Ging mengimbau pemerintah menyediakan lokasi baru bagi kamp-kamp dan membantu membangun kembali hubungan masyarakat yang retak setelah meletusnya aksi kekerasan anti-Muslim di Myanmar tengah bulan ini.
"Kegawatan dan urgensi dari situasi itu tidak dapat diabaikan. Para pemimpin masyarakat dan agama juga memiliki peran penting dalam meningkatkan budaya perdamaian dan saling menghormati di Myanmar yang multiwicara dan multietnik," tambahnya.
Pernyataan Ging itu muncul setelah tuduhan kelompok-kelompok hak asasi manusia bahwa bantuan kemanusiaan kepada Rohingya dibatasi oleh pihak berwenang Myanmar.
Pengekangan bantuan kemanusiaan ke kamp-kamp itu menimbulkan satu "krisis yang akan menjadi satu bencana apabila musim hujan tiba, kata Phil Robertson, wakil dikrektur Asia kelompok Human Rights Watch (HRW).
Para pemimpin Myanmar "tampaknya berniat mengucilkan mereka di kamp-kamp daripada merencanakan pemulangan mereka ke rumah-rumah mereka," katanya dan menambahkan hujan lebat mungkin akan menyebarkan penyakit pada penduduk kamp itu.
Badan bantuan medis dan kelompok Dokter Tanpa Perbatasan mengatakan air bersih yang kurang di kamp-kamp itu menyebabkan infeksi kulit, penyakit cacing, batuk kronis dan diare sementara banyak orang yang kurang gizi tanpa pengobatan medis.
Ribuan warga Rohingya meninggalkan Myanmar dalam bulan-bulan belakangan ini dengan menggunakan kapal-kapal kayu sebagian besar diperkirakan menuju Malaysia.
Myanmar menganggap 800 ribu warga Rohingya sebagai imigran Bangladesh yang ilegal dan menolak memberikan kewarganegaraan kepada mereka.
Para warga Muslim yang non-Rohingya negara itu telah jadi aksi kekerasan yang dipimpin para biksu di Myanmar tengah sejak 20 Maret.
Setidaknya 40 orang tewas dan masjid-masjid dibakar di beberapa kota, yang memicu pemerintah memberlakukan keadaan darurat dan jam malam di beberapa daerah.
sumber : Antara
Advertisement