REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM — Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir mengumumkan akan melepaskan seluruh tahanan politiknya setelah ada kesepakatan dengan negara Sudan Selatan untuk mengakhiri sengketa perbatasan.
“Saya umumkan hari ini untuk membebaskan para tahanan politik. Saya juga memperbaharui komitmen untuk menciptakan dialog nasional dengan para politisi,” terang Bashir, Senin (1/4).
Sejak dia berkuasa pada 1989 memang rezimnya banyak menawan para politisi, namun dia tidak menyebutkan jumlah tahanan yang bakal dilepas. Kesepakatan perdamaian itu tercapai medio Maret lalu.
Kedua negara sudah bisa saling terbuka menyikapi pemicu konflik, yakni Sudan menuduh Sudan Selatan akan memberontak menggulingkan Bashir.
Pascaperang setahun lalu, lembaga pembela hak asasi manusia menganalisa jumlah tahanan politik tidak bisa diketahui dengan pasti. Pasalnya, aparat keamanan setahun lalu secara acak menangkapi para pendemo rezim Bashir.
Pada Februari lalu, badan kemanusiaan PBB menilai Sudan tidak memperlakukan tawananannya dengan baik. Bashir menangkapi anggota kelompok oposisi tanpa disidangkan. Di dalam penjara pun mereka tidak mendapat perawatan kesehatan yang layak.
Juru bicara Pasukan Konsensus Nasional Sudan, Kamal Omar menganggap kebijakan Bashir sudah benar. Namun, perlu kebijakan lebih lanjut untuk memperbaiki hubungan dengan oposisi.
"Ini sebuah langkah positif namun masih perlu dibuktikan dengan aksi di lapangan. Kita membutuhkan kondisi yang penuh dialog politis, kebebasan berpendapat, dan kebebasan pers," tegas Omar.
Perubahan sikap Bashir ini ditengarai muncul setelah Wakil Presiden Sudan Ali Osman Taha pada minggu lalu mengundang kelompok pemberontak untukikut membantu mempersiapkan pembuatan konstitusi baru.
Pemerintahan Khartoum, Sudan selalu menudiang kelompok Juba berada di balik pemberontakan Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Utara (SPLM-North). Kelompok ini terbentuk setelah Sudan Selatan memilih lepas dari Sudan.
Setelah terbagi dua wilayah, kedua negara ini pun seringkali terlibat perdebatan. Mulai dari permasalahan batas wilayah, pembagian pembayaran hutang negara, pembayaran bagi hasil penjualan minyak ekspor, serta isu-isu lainnya.