REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kecemasan internasional terkait penggunaan senjata api akan segera teratasi. Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) akan memutuskan naskah perjanjian internasional (traktat) tentang perdagangan senjata api serta keturunannya.
Ini adalah pertama kali bagi PBB membahas aturan persenjataan secara global, menyusul kecemasan negara-negara anggota terhadap penggunaan senjata api di dunia. Pemungutan suara akan dilakukan di Markas Utama PBB di New York, Amerika Serikat (AS), Selasa (2/4) waktu setempat.
Sekira 193 negara anggota, termasuk Indonesia, ikut ambil bagian dalam memutuskan artikel kontroversi tesebut. Jika diterima, traktat akan menjadi hukum internasional dan berdampak mengikat. Negara-negara anggota wajib mengadopsinya menjadi hukum nasional (meratifikasi).Sebenarnya, upaya internasional untuk mengatur senjata api sudah bergulir sejak lama.
Tahun lalu, sekelompok negara di Benua Eropa, bersama Organisasi Internasional Nonpemerintah (NGO) mendesak PBB membahas materi yang sama. Tapi kandas lantaran negara-negara produsen senjata menolak.Perdagangan senjata global pada 2012 mencapai 70 miliar dolar. Angka tersebut adalah tertinggi dalam sejarah perdagangan senjata api.
Data yang dikeluarkan Stockholm International Peace Research Institute (Sipri), pekan lalu mengatakan, Paman Sam merajai angka penjualan senjata dengan penguasaan pasar sebesar 30 persen. Angka tersebut membuat AS menjadi produsen senjata terbesar di dunia.