Kamis 04 Apr 2013 19:26 WIB

Kondisi Semenanjung Korea Pengaruhi Kawasan

Rep: Esthi Maharani/ Red: Dewi Mardiani
Menlu Marty Natalegawa.
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Menlu Marty Natalegawa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski tak berpengaruh langsung terhadap kondisi diplomatik Indonesia, tetapi ketegangan di semenanjung Korea diyakini berpengaruh pada kondisi di kawasan. Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, mengatakan kondisi kawasan menjadi tidak stabil.

“Pengaruhnya terhadap kawasan ini, ya kawasan Asia Timur kan sekarang kondisinya tidak menentu karena semakin meningkatnya ketegangan di semenanjung Korea,” katanya saat ditemui di Kantor Presiden, Kamis (4/4). Pemerintah Indonesia, lanjutnya, menekankan agar situasi tersebut bisa segera dipulihkan kalau perlu distabilkan kembali.

Indonesia terus ikut mengikuti dengan penuh keprihatinan perkembangan di semenanjung korea yang semakin menunjukkan gejala peningkatan ketegangan. “Pemerintah Indonesia selama ini mengikuti dengan penuh keprihatinan. Harapan kita, semua pihak yang terkait dapat menunjukkan sikap yang menahan diri dan jika memungkinkan terjalinnya komunikasi diplomatik dan dialog agar situasi bisa dipelihara secara kondusif,” katanya.

Marty menyampaikan, pada pekan depan, saat adanya pertemuan dengan menteri luar negeri se-Asean, kondisi di semenanjung Korea pasti akan dibahas. “Saya kira itu pasti,” katanya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun sempat memberikan pandangannya terkait kondisi di semenanjung Korea pada saat menerima kunjungan kehormatan Menlu Australia, Bob Carr, dan Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith kemarin.

Korea Utara menyatakan segera mengoperasikan kembali reaktor untuk menghasilkan plutonium. Negara tersebut mengumumkan mereka akan menghidupkan kembali riset Yongbyon berkapasitas lima megawatt. Reaktor ini ditujukan untuk menghasilkan plutonium. langkah itu dilakukan dalam menyikapi sanksi PBB untuk melakukan uji coba nuklir ketiga pada Februari. Negara ini juga "panas" setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan latihan militer bersama yang dinilai sebagai bentuk "permusuhan".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement