REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Konflik Suriah membuat negara tetangganya, Yordania melipatgandakan pasukan penjaga di perbatasan. Sikap negara pimpinan Raja Abdullah II ini dinilai media massa Suriah fatal. Lantaran Yordania mempersilakan Amerika Serikat dan negara lainnya untuk mempersenjatai serta melatih para pemberontak Suriah di wilayahnya.
Seperti dilansir kantor berita Aljazirah, Yordania mengirimkan tentaranya dua hari terakhir untuk mengamankan perbatasan dengan Suriah sepanjang 370 km. Sumber Aljazirah, yang merupakan pejabat militer itu tidak memaparkan jumlah pasukan secara gamblang. “Pasukan tambahan ini untuk melindungi perbatasan dan mengamankan kawasan yang dihuni pengungsi,” terang pejabat setempat, seperti dilansir Jumat (5/4).
Yang jelas, lanjutnya, kondisi pembelaan ini disusul dengan pengakuan AS, negara-negara Barat serta Arab. Mereka mengeklaim bahwa Yordania memfasilitasi pemberontak Suriah dengan kapal induk bersenjata serta kamp pelatihan sejak Oktober lalu.
Harian al-Thawra membuat berita di halaman depannya bahwa pemerintahan Amman bersikap ambigu menyikapi krisis Suriah. Para pemberontak yang dilatih di Yordania berasal dari kawasan pusat dan selatan Suriah. Mereka pernah tergabung sebagai tentara dan polisi.
Situasi terkini Suriah yang belum stabil membuat para pekerja kemanusiaan merasa terancam. Konvoi serta pembatasan di area pengungsi membuat mereka tidak leluasa bekerja. Presiden Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Peter Maurer, menerangkan, sukarelawannya seringkali melakukan perjalanan di area sekitar kekuasaan oposisi. “Kita melihat banyak kekurangan dan kerusakan. Apa yang kita lakukan disana tidak cukup. Kebutuhan yang lebih utama adalah keamanan,” ujar Maurer.