Senin 08 Apr 2013 07:46 WIB

Kerry Desak Turki dan Israel Nomalkan Hubungan

Rep: Rr. Laeny Sulistyawati/ Red: Djibril Muhammad
John Kerry
Foto: Reuters/Jacquelyn Martin
John Kerry

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry, Ahad (7/4) menyerukan Turki dan Israel untuk sepenuhnya menormalkan hubungan mereka.

Permintaan itu diajukan Kerry dua pekan setelah Israel meminta maaf kepada Turki terkait  serangan pada armada bantuan Gaza yang diselenggarakan badan amal Turki pada 2010 lalu.

"Kami ingin melihat hubungan ini (Turki-Israel) penting untuk stabilitas di Timur Tengah, penting untuk proses perdamaian itu sendiri. Kita ingin melihat hubungan ini kembali sepenuhnya," kata Kerry dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu di Istanbul, Turki seperti dikutip dari Al Arabiya, Senin (8/4).

Dia menegaskan, untuk kembali ke jalur hubungan sepenuhnya, sangat penting bahwa komponen kompensasi perjanjian dipenuhi, duta besar (kedua negara) akan kembali. Sehingga hubungan sepenuhnya dapat dijalin. "Saya yakin bahwa akan ada itikad baik kedua belah pihak,’" ucapnya optimis.

Davutoglu memuji upaya Kerry untuk membantu mendamaikan hubungan negaranya dengan Israel.

Ia menjelaskan, sekarang akan menjadi penting untuk membuat kemajuan dalam memenuhi kondisi dengan mengambil langkah-langkah rasional, dan berprinsip.

"Kami telah menerima masalah permintaan maaf, dan sekarang kita akan mengadakan pembicaraan mengenai kompensasi," tutur Davutoglu.

Israel resmi meminta maaf kepada Turki pada 22 Maret 2013 atas kematian sembilan aktivis Turki dalam serangan oleh pasukan Israel di kapal bantuan Gaza.

Permintaan maaf itu mengakhiri keretakan hubungan antara Turki dengan Israel selama hampir tiga tahun. Tapi kedua pihak itu belum bertukar duta besar, dan sepenuhnya memulihkan hubungan diplomatik.

Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menerima permintaan maaf atas nama orang-orang Turki, tetapi

dia menegaskan hubungan masa depan negaranya dengan Israel termasuk kembalinya duta besar akan tergantung pada negara Yahudi itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement