REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Aksi provokatif Korea Utara (Korut) semakin mengikat negara tersebut dalam kesendirian. Setelah ketidakpedulian Cina atas ambisi temannya di Pyongyang, kali ini Federasi Rusia menyatakan mendukung langkah Amerika Serikat (AS) di Semenanjung Korea.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengatakan, tindakan provokatif Korut akan menyeret negara itu ke dalam kengerian. Kata dia, ada baiknya jika Pemimpin Tertinggi di Pyongyang, Kim Jong-Un segera meredakan situasi.
"Kami (Kremlin) sependapat dengan AS atas Korut. Tidak ada perbendaan tentang hal ini," kata Lavrov, saat pertemuan tingkat tinggi bersama Menlu AS, John Kerry di London, Inggris, Rabu (10/4), yang dilansir Reuters.
Akan tetapi, Lavrov melanjutkan, kesepahaman tindakan dengan AS kali ini, tidak serta merta memberikan sinyal hijau kepada Washington untuk membakar kawasan. Kata dia, Paman Sam cukup punya strategi menahan kegeraman lantaran tantangan perang Korut.
"Kita tidak harus menakut-nakuti orang dengan kekuatan militer. Itu manuver paling berbahaya," sambung dia.
Lavrov menambahkan, strategi kesabaran yang sama juga dialamatkan dia untuk Korea Selatan. "Kita berharap semuanya untuk tenang," ujarnya.
Tantangan perang dari Korut untuk Korsel dan AS telah membuat internasional mengalami kegugupan. Sebelumnya, Pemerintah Cina juga telah mendesak Korut agar berhati-hati dengan setiap tindakan provokasinya atas Korsel dan AS.
Selama ini, Kremlin dan Tirai Bambu adalah pembela utama Korut di ranah keamanan internasional. Namun kali ini, kedua negara undur diri dari pembelaan. Dua negara ini juga ikut setuju dengan pemberian sanksi baru bagi Korut di PBB atas aktivitas peluru kendali jarak jauhnya.
Sanksi yang jatuh pada Januari lalu itu, lantas membuat Pyongyang mengamuk. Tapi kemarahannya itu hanya dialamatkan kepada Korsel dan AS. Dua sekutu ini dianggap Korut sebagai komandan utama pemberian sanksi. Pyongyang mengancam akan menyerang habis Korsel, dan akan menjatuhkan bom atom di AS.