REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kelompok aktivis mahasiswa di Seoul, Korea Selatan, mendesak pemerintah mengutus delegasi perdamaian ke Korea Utara. Sekira 10 ribu pemuda, bersama kelompok sipil tersebut menandatangani petisi antiperang.
"Kecuali pemerintah (Korsel) ingin menyakiti kehidupan masyarakat melalui aksi saling menghancurkan dua saudara," kata seorang mahasiswa, seperti dikutip kantor berita Korsel, Yonhap, Kamis (11/4).
Ia menambahkan, tidak perlu meladeni tantangan perang dari pemuda yang memimpin negara komunis di utara tersebut. Menurut para mahasiswa ini, mengirim delegasi perdamaian jauh lebih penting ketimbang mengirim peluru kendali ke Pyongyang sebagai aksi pembalasan.
"Presiden Park Guen-hyu punya kecerdasan untuk tidak berperang. Presiden harus mengirimkan delegasi terlebih dahulu," ujar mahasiswa ini.
Selain para mahasiswa, digelar pula konferensi pers para aktivis antiperang oleh tokoh dan anggota parlemen dari partai liberal serta serikat pekerja. Konferensi ini juga mendorong presiden perempuan pertama itu untuk mengalah dan mengajukan perdamaian tanpa syarat.
Ini merupakan reaksi pertama dalam gelanggang konfrontasi peperangan yang diumbar Korut dalam dua pekan belakangan. Mereka bergabung untuk menyampaikan aspirasi di pusat pemerintahan Korsel dan menyampaikan saran terhadap pemerintah.
Selain mendesak pengiriman delegasi perdamaian ke Pyongyang, kelompok sipil ini juga meminta agar rezim di Korut, membuka kembali zona industri Kaesong. Menurut mereka, bukan warga Korsel yang akan mengalami kemiskinan. Melainkan saudara serumpun mereka di perbatasan.