REPUBLIKA.CO.ID, KARAKAS -- Majelis Nasional Venezuela, Selasa (16/4), mengutuk kerusuhan yang terjadi sehari sebelumnya di negeri tersebut. Kerusuhan yang sejauh ini telah menewaskan tujuh orang dan melukai 61 orang.
Wakil II Majelis, Blanca Eekhout, mengatakan strategi oposisi bukan untuk mencapai kemenangan dalam pemilihan umum. Tapi, kata Eekhout, mereka berupaya menghasut perang dan berkuasa untuk menerapkan kediktatoran.
Protes meletus di beberapa bagian Karakas dan kota besar lain Venezuela pada Senin (15/4) setelah Penjabat Presiden, Nicolas Maduro, dinyatakan sebagai pemenang dalam pemilihan presiden pada Ahad.
Namun karena Maduro hanya menang tipis, oposisi menolak hasil itu. Mereka menuntut penghitungan ulang kertas suara.
Menurut hasil resmi, Maduro meraih 50,75 persen suara. Sementara Henrique Capriles, calon dari oposisi, mengumpulkan 48,97 persen suara.
"Strategi yang benar adalah perang. Ini lah yang mereka inginkan. Mereka ingin merebut kekuasaan untuk menerapkan kediktatoran seperti Pinochet," kata Eekhout sebagaimana dikutip Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu.
Ia menuduh pemimpin oposisi, Capriles, berada di balik kerusuhan tersebut. Sementara Presiden Majelis Nasional, Diosdado Cabello, juga mendesak oposisi agar mengakui lembaga pemerintah Venezuela di bawah Presiden Maduro yang baru terpilih.