Rabu 17 Apr 2013 17:48 WIB

Soal Pembantaian Muslim, Suu Kyi: Aku Bukan Penyihir

Rep: Ichsan Emerald Alamsyah/ Red: A.Syalaby Ichsan
Aung San Suu Kyi
Foto: Khin Maung Win/AP
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Tak seperti biasanya, Aung San Suu Kyi mau menjawab pertanyaan seputar konflik etnis dan agama di negerinya. Pemimpin oposisi di Myanmar itu mengatakan sangat sulit memecahkan persoalan konflik SARA di negerinya.

''Aku bukan seorang penyihir'' tutur dia kepada para mahasiswa di Universitas Tokyo, Rabu (17/4). Artinya menurut dia, tak mudah langsung mengakhiri konflik yang telah berlangsung begitu lama antara umat Buddha dan umat Islam di Myanmar.

Dalam lawatannya ke Jepang, Suu Kyi mempertahankan sikap bahwa perlu ada aturan hukum yang ketat bagi pemeluk agama Buddha yang menjadi mayoritas di Myanmar. Menurut dia, semua pihak yang terlibat dalam kekerasan harus segera membangun dialog.

Dalam ucapannya, ia sama sekali tak menyinggung kekerasan yang dipimpin biksu baru-baru ini di kota Meikhtila yang telah menewaskan 43 orang. Ribuan, umumnya umat Islam, diusir dari rumah mereka dan bisnis mereka pun terpaksa tutup.

Tak hanya hukum yang menjadi masalah. Akan tetapi, ujarnya, juga administrasi, pemerintah dan juga pihak keamanan. Pengadilan Myanmar selama ini tak memenuhi standar demokratis karena terlalu didominasi Pemerintah.

Kegagalan sang peraih Hadiah Nobel Perdamaian ini untuk meredakan konflik pun merusak citranya sebagai kekuatan moral pemersatu. Suu Kyi, sebagai pemeluk agama Buddha yang taat hanya mau berbicara tentang soal itu.

"Mereka ingin saya berbicara tentang bagaimana menghilangkan perbedaan komunal. Butuh waktu lama untuk memilah-milah persoalan itu,'' ungkap dia. Menurutnya, solusi penting adalah membangun suasana aman dimana orang-orang dengan pendapat berbeda bertukar ide dan memikirkan yang bisa dilakukan bersama. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement