Jumat 19 Apr 2013 03:44 WIB

Uni Eropa Cabut Hukuman untuk Myanmar

Presiden Myanmar Thein Sein
Foto: AFP
Presiden Myanmar Thein Sein

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa (UE) berencana mengumumkan perubahan hubungan dengan Myanmar pada Senin, mencabut hukuman terakhir perdagangan, ekonomi dan masuk ke hubungan baru dengan negara Asia tenggara itu, kata sumber diplomatik kepada AFP.

Setahun sesudah penangguhan pertama hukuman terhadap Myanmar sebagai hadiah untuk perubahan bersejarahnya, pertemuan menteri luar negeri Uni Eropa di Luksemburg akan mengumumkan pengakhiran pasti pembatasan, tapi menyisakan embargo senjata, kata sumber tersebut.

"Akan ada pesan sangat bagus untuk Myanmar, harapan untuk hubungan baru pada Senin," kata diplomat, yang berbicara dengan syarat tak dikenali.

Pada 23 April tahun lalu, para menteri itu meyepakati setahun penangguhan tindakan menyasar hampir 500 orang dan lebih dari 800 perusahaan untuk meningkatkan perubahan, yang pada bulan sama menghasilkan pemimpin lawan Aung San Suu Kyi terpilih ke parlemen.

Di antara hukuman itu, ratusan orang menjadi sasaran pelarangan perjalanan dan pembekuan harta, sementara di sisi ekonomi, Eropa Bersatu melarang permodalan dan impor kayu, logam dan permata, yang menguntungkan negara tersebut.

Dalam kunjungan ke Brussels pada bulan lalu, yang pertama oleh kepala negara Myanmar, Presiden Thein Sein mendesak Uni Eropa mencabut hukuman, dengan mengatakan, "Kami salah satu negara termiskin di dunia."

Ia dijanjikan bantuan ekonomi Uni Eropa ditambah dengan seruan melindungi suku kecil negaranya. Sejak mantan perdana menteri itu mengambil alih kepresidenan pada Maret 2011, ribuan tahanan politik dibebaskan dan pemilihan umum diadakan.

Bantuan pembangunan Uni Eropa sejak itu lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar 150 juta euro (225 miliar rupiah) untuk 2012-2013, dengan Brussels berjanji menjajaki kelayakan perjanjian permodalan dwipihak.

Eropa Bersatu juga menawarkan pemulian kesepakatan tarif preferensial dengan Yangon. Australia pada tengah Maret menjanjikan bantuan dan konsesi pertahanan saat Thein Sein menjadi kepala negara Myanmar pertama berkunjung ke Australia sejak 1974.

Saat negara itu mendekati ulang tahun kedua pemerintah pimpinan mantan jenderal tersebut, Canberra menyatakan meningkatkan dukungan untuk mengakui perubahan itu.

"Sebagai tetangga dekat, Australia akan mendapatkan keuntungan dari Myanmar, yang lebih terbuka dan makmur, yang sepenuhnya terpadu ke wilayah ini," kata Perdana Menteri Julia Gillard tentang negara sebelumnya dikenal sebagai Birma itu.

sumber : Antara/ AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement