REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah Myanmar terbukti ikut berperan dalam pembantaian Muslim Rohingya tahun lalu. Wakil Direktur Human Right Watch (HRW) wilayah Asia, Phil Robertson menyatakan, laporan ini berdasarkan wawancara 100 orang baik dari etnis Rakhine maupun Rohingya.
Kesimpulannya, negara telah gagal menghukum aparat dan pejabatnya terkait pembantaian ini. Oleh karena itu, Phil menjelaskan, pelaku lebih berani menghasut orang lain sehingga terjadi pembantaian seperti Maret 2012 yang menewaskan 43 orang dan 12 ribu orang mengungsi.
Kekerasan terhadap muslim pun terus terjadi hingga kini. Menurutnya, apa yang terjadi di Arakan menjadi contoh kepada seluruh negeri dan menyebabkan kekerasan anti-muslim menyebar ke pelosok Myanmar.
Bagi kelompok HRW, kekerasan terhadap Rohingya masih saja terus berlangsung meskipun terjadi reformasi politik, ekonomi dan sosial. Bahkan Pemerintah sipil yang mengambil alih kekuasaan pada bulan Maret tak mampu membendung kekerasan ini.
Robertson menambahkan, Uni Eropa yang berencana untuk menghapus seluruh embargo, kecuali embargo senjata, hanya akan menghilangkan pengaruh Uni Eropa disana. Ia mengkhawatirkan kejahatan kemanusiaan akan semakin memburuk disana.
''Mereka (Rohignya) akan tetap menjadi sandera aparat militer dan pemerintahnya,'' tegas dia kepada Reuters. Padahal sebelumnya sudah ada tekanan kepada pemerintah Myanmar atas kekerasan yang dilakukan otoritas Rakhine.
Termasuk menutup bantuan internasional kepada para muslim Rohingya dan Muslim Kaman yang saat ini mengalami kekurangan gizi dan tifus. Apalagi upaya pemisahan antara umat Islam dengan Buddha jelas akan memperburuk keadaan.