REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR SRI BEGAWAN -- Sengketa Laut Cina Selatan masih menjadi pokok pembahasan utama dalam Konfrensi Tingkat Tinggi Blok Asia Tenggara atau ASEAN. Filipina mendesak agar sengketa wilayah itu menjadi salah satu pokok pertemuan tingkat pemimpin negara di Ibu Kota Brunei Darussalam, Kamis (25/4).
Presiden Filipina Benigno Aquino mengatakan, ASEAN perlu mencari penyelesaian bersama melalui selang dialog bersama antar negara klaimer. "Semua dari kita tertarik untuk mencari cara-cara damai di wilayah sengketa (Laut Cina Selatan)," kata dia, seperti dikutip AP, dan dilansir The Nation Kamis (25/4).
Sebanyak 10 kepala negara ASEAN berkumpul di Bandar Sri Begawan untuk menghadiri pertemuan puncak KTT ASEAN ke-22, Kamis (24/4). Sengketa di Laut Cina Selatan selama ini kerap dibawa Filipina di setiap forum ASEAN. Filipina adalah satu dari beberapa negara ASEAN yang mengklaim Laut Cina Selatan adalah bagian dari wilayahnya.
Selain Manila, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Vietnam juga punya klaim serupa. Negara-negara ini berkonflik dengan Cina mengenai wilayah di perairan pinggiran Samudera Pasifik tersebut. Menurut Filipina, ASEAN harus mendorong Cina untuk patuh terhadap Kode Etik yang sudah disetujui oleh ASEAN.
Namun, suara ASEAN tidak pernah bulat menyatakan kemauan tersebut. Terutama dari mereka yang punya afiliasi dengan negara-negara berpengaruh. Sebagaian negara anggota seperti Kamboja, dan Myanmar mengambangkan jawaban agar persoalan tersebut diselesaikan antarnegara berselisih.
Sedangkan Filipina dan Vietnam, termasuk Brunei Darussalam bersama Malaysia menghendaki agar persoalan ini masuk dalam ranah ASEAN. Sementara Indonesia tetap mengedepankan agar Kode Etik tersebut tetap menjadi rel utama yang mesti disetujui para pihak.