REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persengketaan di Laut Cina Selatan yang melibatkan Cina dan sejumlah negara ASEAN menguji sejauh mana peran Indonesia untuk membangun rasa solidaritas kawasan dan mencegah terjadinya eskalasi konflik, kata seorang peneliti.
"Sebagai ketua ASEAN pada 2011, Indonesia terus memelihara visi hingga pembentukan komunitas ASEAN (2015,-red), namun kita akan lihat apakah dapat membawa kawasan pada sikap strategis koheren, dan kesatuan solidaritas politik untuk menjadi aktor ASEAN dalam menjaga keamanan kawasan," kata Peneliti Politik dan Hubungan Internasional Donald E Weatherbee.
Weatherbee yang mendapat gelar profesor dari University of South California mengatakan hal itu dalam pemaparan bertema Kemajuan Politik Luar Negeri Indonesia yang diselenggarakan Lembaga Persahabatan Indonesia-AS (Usindo) di Jakarta, Jumat (26/4).
Hal ini menjadi tantangan untuk Indonesia dalam melanjutkan kegemilangan politik luar negerinya. Weatherbee, yang lebih dari empat dekade telah melakukan penelitian di berbagai Universitas di Asia Tenggara, mengatakan kini usaha Indonesia dan negara-negara ASEAN untuk mencari jalan diskusi dengan Cina merupakan tantangan tersendiri. "Tidak pernah ada isu yang mengakibatkan sengketa ASEAN seperti ini."
Dia memuji peran Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, yang cekatan berdiplomasi di pertemuan ASEAN 2011 karena berhasil mendapat persetujuan untuk memulai pembahasan Laut Cina Selatan. Menurut Weatherbee, hasil pertemuan saat itu menyelamatkan "muka" ASEAN namun dalam bersamaan berhasil menjaga hubungan dengan Cina.