REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Tarian dan musik serta improvisasi teater digunakan di wilayah Palestina yang dikuasai Israel sebagai media terapi untuk menghadapi masa sulit.
Terapi tersebut digunakan dalam Festival Tari Kontemporer Ramallah (RCDF) dimana 110 perusahaan tari internasional dan 1.200 artis terlibat selama tujuh tahun penyelenggaraan acara. Lebih dari sekedar festival, RCDF menawarkan workshop, film, diskusi panel, dan pertunjukan.
RCDF merupakan festival berskala besar pertama setelah Otoritas Palestina mendapat status sebagai pengamat non anggota di Majelis Umum PBB. Sejak saat itu, wilayah Palestina yang diduduki Israel mengalami pergolakan dramatis. Israel melancarkan serangan ke jalur Gaza. Tepi Barat juga terancam perluasan pemukiman Israel.
"Secara umum, dalam bekerja dengan teater, ada banyak latihan yang memprmosikan pemahaman tentang kekuatan dan kelemahan seseorang," ujar aktor Palestina, Sami Metsawi dilansir AlJazeera.
Sami mengatakan perang di Gaza serta peningkatan pemukiman telah membangkitkan kembali rasa keterdesakan. "Ketika anda melihat ketidakadilan terutama ketika itu berhubungan dengan anda, maka anda serasa ingin meledak," ujarnya.
Efek pendudukan Israel sangat luas. Bus Freedom, sebuah inisiatif artistik dimulai oleh Teater Freedom Jenin. Mereka pergi ke desa-desa di Tepi Barat untuk bermain teater, metode mendramitisasi kehidupan nyata untuk advokasi.
Kelompok tersebut beroperasi sesuai dengan pedoman tekni. Mereka menceritakan kisah kehidupan di bawah tekanan militer. Kemudian mereka berimprovisasi adegan teater berdasarkan pengalaman. Pertunjukan tersebut untuk menghidupkan kembali desa yang mendapat demoralisasi.