Senin 29 Apr 2013 07:34 WIB

Pemerintah Myanmar Jual Kartu SIM Murah via Lotre

Rep: Friska Yolandha/ Red: Mansyur Faqih
Menara telepon seluler
Menara telepon seluler

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Subscriber Identity Module (SIM) Card  diperkenalkan pertama kali pemerintah militer Myanmar sekitar satu dekade lalu. Kartu untuk telepon seluler tersebut dibanderol masing-masing tujuh ribu dolar AS atau setara Rp 62 juta.

Hari ini harga kartu tersebut masih di atas Rp 1,9 juta. Namun mulai Kamis (2/5) pemenang lotre yang beruntung akan mendapatkan kartu SIM seharga Rp 19.400 saja.

Ini adalah deregulasi telekomunikasi ala Myanmar. Pemerintah telah menjual 350 ribu kartu SIM melalui lotre publik dan berencana untuk meningkatkan jumlahnya. Pemerintah menggandeng Yatanarpon Teleport, perusahaan patungan milik negara dan swasta lokal untuk proyek ini.

Selama menguasai Myanmar, penguasa militer mengabaikan sektor telekomunikasi. Mereka membangun kerangka infrastruktur yang hanya bisa menangani beberapa kartu SIM. Mereka juga melarang pengembangan sektor telekomunikasi oleh asing.

Munculnya kartu SIM murah ini diperkirakan akan meningkatkan penetrasi seluler di Burma. Pemerintah mengungkapkan penetrasi seluler di Myanmar hanya sembilan persen. Meski pun telekomunikasi Swedia Ericsson tahun lalu menyatakan penetrasi Myanmar hanya kuang dari empat persen. Presiden Burma Thein Sein menargetkan penetrasi seluler meningkat 80 persen pada 2015.

"Potensi pasar jelas sangat besar," ujar pengacara dari firma hukum Allens Marae Ciantar, seperti dilansir laman Reuters, Senin (29/4).

Ericsson memperkirakan dampak ekonomi terhadap sektor telekomunikasi di Myanmar mencapai 7,4 persen dari Produk Domestik Bruto negara tersebut.

Dari pengalaman di berbagai negara, pengembangan sektor telekomunikasi akan memacu pertumbuhan ekonomi serta mendorong reformasi politik. Ericsson menyebutkan jaringan seluler akan meningkatkan pertumbuhan usaha kecil dan efisiensi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement