REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Polisi Malaysia, Kamis, telah mengidentifikasi sejumlah kelompok yang didukung beberapa elit yang mengancam pemilih dan memaksa mereka memberikan suara untuk partai tertentu dalam Pemilihan Umum 5 Mei.
Direktur Federal CID Kepolisian Malaysia Komisioner Datuk Seri Mohd Bakri Zinin mengatakan beberapa orang sudah dipanggil, termasuk sejumlah elit politik, untuk diambil keterangannya.
"Jika aksi semacam ini masih terjadi, kami akan menahan orang-orang yang mengancam warga," katanya seperti dikutip the Star, Kamis (2/5).
Mohd Bakri mengatakan pihaknya telah membentuk gugus tugas untuk memantau kejahatan terkait pemilu, terutama aksi premanisme.
"Kami mendapati bahwa para preman ini bukan hanya menyasar orang-orang dalam kampanye namun juga mendatangi rumah-rumah," katanya. "Kami tidak akan menolerir pelanggaran hukum seperti ini," katanya.
Sejak hari pencalonan dibuka, polisi sudah mencatat 3.079 kasus pelanggaran hukum terkait Pemilu, 101 kasus di antaranya mengarah pada penahanan. "Sebanyak 20 orang sudah ditahan atas berbagai pelanggaran pemilu," katanya.
Sebagian besar kasus berupa sabotase, termasuk pembakaran dan perusakan bendera serta spanduk," kata Bakri seraya menambahkan bahwa ada 86 kasus kampanye yang dilakukan tanpa izin.
Komisioner Mohd Bakri menegaskan polisi memiliki kekuatan yang mencukupi untuk menjamin proses pengambilan suara berjalan lancar dan damai.
Sementara pejabat sekretariat IGP Asst Comm Ramli Mohamed Yusof mengatakan polisi juga menemukan sebuah kasus sekelompok orang mengaku-aku sebagai petugas Komisi Pemilihan Umum (SPR) di Batu Pahat pada Rabu malam.
"Orang-orang ini mencegah partai tertentu untuk melakukan kampanye. Kami akan menyelidiki lebih lanjut untuk mengidentifikasi tersangka," katanya.