REPUBLIKA.CO.ID, MOGADISHU -- Kemarau ekstrem yang terjadi di Somalia pada 2011 berimbas pada kehidupan 13 juta penduduk negara mayoritas Muslim Sunni yang terletak di tanduk Afrika.
Aljazeera melaporkan, terdapat 4,6 persen dari total populasi dan 10 persen dari total balita di Somalia bagian tengah dan selatan tewas akibat kelaparan.
Laporan tersebut dihasilkan oleh Food Agriculture Organization di bawah PBB dan Sistem Jaringan Peringatan Kelaparan Dini yang disponsori oleh Amerika Serikat.
Saat ini, masih ada jutaan warga Somalia yang butuh makanan. Kordinator Kemanusiaan PBB untuk Somalia Philippe Lazzarini menjelaskan, terdapat 2,7 juta orang Somalia yang membutuhkan bantuan hidup dan membangun kembali rumah tangga.
Kelaparan pertamakali dideklarasikan pada Juli 2011 di Somalia selatan Bakool dan wilayah Shabelle, Afgoye dan di dalam kamp yang mengungsi karena perang dari Ibu Kota Mogadishu.
Kelaparan ditakutkan akan membunuh puluhan ribu lainnya. Laporan PBB menunjukkan, lebih banyak orang tewas di Somalia ketimbang kelaparan yang terjadi pada 1992. Ketika itu, terdapat 220 ribu orang Somalia tewas.
Kelaparan menyebabkan setidaknya satu dari lima rumah tangga menghadapi kelangkaan pangan ekstrem. Ini bisa menyebabkan malnutrisi yang menyerang 30 persen warga. Sehingga, 2 orang dari 10 ribu orang tewas per hari.
Salah satu penulis laporan, Ekonom Senior FAO Mark Smulders menjelaskan, Somalia telah menderita kemarau terburuk sepanjang 50 tahun terakhir di seluruh Afrika. "Logistik kehabisan, Warga tidak memiliki akses ke makanan,"ujarnya.