Kamis 09 May 2013 17:25 WIB

Oposisi Suriah Ragukan Kesepakatan Rusia-AS

Rep: ichsan emrald alamsy/ Red: Taufik Rachman
Milisi Suriah dengan sejumlah anak yang dilatih untuk ikut berperang
Foto: WASHINGTON POST
Milisi Suriah dengan sejumlah anak yang dilatih untuk ikut berperang

REPUBLIKA.CO.ID,DAMASKUS -- Pemerintah Amerika Serikat dan Rusia sepakat untuk membangun pembicaraan demi kedamaian di Suriah. Akan tetapi para pemimpin oposisi tak yakin dengan inisiatif tersebut karena dikhawatirkan malah membuat Presiden Bashar al Assad menggantungkan kekuasaan.

Konflik sipil di Suriah semakin meluas karena keterlibatan pejuang Hizbullah dan Israel. Hizbullah sebelumnya ikut serta dalam peperangan melawan oposisi, sementara itu pesawat Israel menghujani Suriah dengan serangan roket.Di seberang benua, Pemerintah Amerika Serikat menemukan fakta penggunaan senjata kimia dalam perang yang telah menewaskan 70 ribu orang itu.

Amerika Serikat pun berencana untuk memberikan bantuan persenjataan. Sedangkan Inggris telah sejak lama meminta Uni Eropa membatalkan ambergo senjata kepada oposisi Suriah.

Selasa lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry menyatakan bahwa Rusia sudah menyetujui untuk menggelar konferensi perdamaian Suriah dalam beberapa minggu mendatang.

Sekjen Ban Ki Moon menyambut baik hasil positif pembicaraan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov dan John Kerry. Ia bersama dengan perwakilan khusus Lakhdar Brahimi telah menegaskan sedari awal negosiasi politik adalah jalan utama menyelesaikan konflik berkepanjangan di Suriah.

Namun oposisi Suriah tak yakin dengan rencana perdamaian yang telah digagas Rusia dan Amerika Serikat. Anggota Koalisi Nasional, Samir Nashar menegaskan selama Assad masih memegang kekuasaan tak mungkin ada pembicaraan damai dengan Pemerintah.''Sebelum membuat keputusan, kami ingin tahu terlebih dahulu apa peran Assad,'' ucap dia, Rabu (8/5).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement