REPUBLIKA.CO.ID, SITTWE -- Meski terancam badai tropis, pengungsi Rohingya tetap bertahan di kamp pengungsian. Padahal, badai tersebut dapat mengancam kehidupan para pengungsi.
Abu Tahay, pemimpin Rohingya dari Maungdaw di Arakan utara dan ketua Uni Nasional Partai Pembangunan menjelaskan, Muslim Rohingya takut berada dibawah kendali militer.
Dia pun mengaku dapat memahami penolakan para pengungsi terhadap rencana evakuasi pemerintah. "Jika mereka pergi ke pangkalan militer, setelah badai selesai mereka akan berada di bawah kendali militer. Mereka akan kehilangan semua hak untuk bergerak, "katanya seperti dikutip dari irrawady.org, Rabu (15/5).
Mereka khawatir akan dipindahkan ke tempat pemukiman baru, seperti yang direkomendasikan dalam laporan pemerintah. "Mereka khawatir tentang jenis pemisahan,"jelasnya.
Kemarin, Human Rights Watch (HRW) mengatakan, pemerintah Burma telah berulangkali mengabaikan peringatan dari pemerintah asing dan LSM untuk memindahkan pengungsi Rohingya dari situs dataran rendah menjelang musim hujan. Padahal, musim hujan sering membawa badai dan topan ke pantai Arakan .
Warga pun masih dihinggapi ketakutan jika harus dipisahkan dari kelompoknya. "Saya takut, saya tidak ingin mengikuti tentara ke dasar. Saya tidak percaya janji-janji mereka, "kata Mamut Shafi, yang tinggal di Dar Phim, sebuah kamp tidak resmi di mana beberapa 188 keluarga tinggal.
Di daerah tersebut, terlihat beberapa cluster pengungsi yang terdiri dari puluhan gubuk reot terbuat dari bambu dan plastik terpal. 'Pondok' mereka pun berlumpur, terletak di dataran rendah sawah, kurang dari 1 kilometer dari pantai.