Kamis 16 May 2013 14:03 WIB

Gedung Putih Rilis Email Serangan Benghazi

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Heri Ruslan
Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Benghazi, Libya, terbakar saat sekelompok demonstran menggelar aksi memprotes film yang diproduksi di Amerika Serikat pada 11 September.
Foto: Reuters/Esam Al-Fetori
Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Benghazi, Libya, terbakar saat sekelompok demonstran menggelar aksi memprotes film yang diproduksi di Amerika Serikat pada 11 September.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih merilis salinan percakapan antar pejabat saat serangan terjadi di Gedung Kedutaan Amerika Serikat (AS) di Benghazi, Libya tahun lalu.

Dokumen setebal 100 halaman tersebut keluar setelah Partai Republik menuding Washington gagal dalam melindungi warga negara.Aljazirah melansir, dokumen rahasia tersebut dirilis Rabu (15/5).

Presiden Barack Obama menyatakan pengetahuan publik tersebut, menjadi jawaban dari spekulasi dan tuduhan oposisi tentang lemahnya pertahan serta intelijen AS dan upaya menutup-nutupi peristiwa sebenarnya.Kata dia, pemerintahnya tidak lagi menutup-nutupi persitiwa serangan yang menewaskan empat staf diplomat AS, termasuk Duta Besar AS di Libya, Chris Steven, pada 11 September 2012 lalu.

Dikatakan peristiwa tersebut bukan lantaran kegagalan intelijen AS mendeteksi adanya kelompok teroris dalam peristiwa itu.Dokumen terdiri dari 100 halaman, dengan 99 diantaranya hasil korespondensi via surat elektronik atau e-mail. Sedangkan satu dokumen tampak dengan tulisan tangan.

Dokumen itu berisikan percakapan antara pejabat tertinggi bidang pertahanan, termasuk CIA dan FBI juga Departemen Luar Negeri.Juru Bicara Gedung Putih Eric Schultz mengatakan, email tersebut menjelaskan proses komunikasi antar instansi terkait tentang tidak adanya potensi rawan terhadap AS di Libya.

Kesimpulan itu menegaskan peristiwa Benghazi adalah aksi spontan para demonstan, dan bukan rekayasa terorisme.Kongres AS mendesak Gedung Putih untuk membuka investigasi serangan Kedutaan AS di Benghazi.

Desakan itu muncul sejak awal kampanye politik dua kandidat presiden bertarung untuk menduduki Gedung Putih pada September 2012. Capres Partai Republik, Mitt Romney kala itu, menjadikan peristiwa itu sebagai aib petahana.

Investigasi selanjutnya mendesak semua pejabat terkait agar menghadap Komite Investigasi di Capitol Hill dan memberikan kesaksian. Mereka yang hadir termasuk mantan Menlu Hillary Clinton.

Clinton masih menjabat sebagai Menlu saat kejadian. Kesimpulan Komite Investigasi menyeret CIA sengaja menghilangkan informasi resmi tentang potensi serangan. Komite Investigasi juga menyatakan serangan, adalah terencana, dan dilakukan oleh kelompok teroris Alqaidah.

Komite Investigasi juga pernah mengatakan, adanya percakapan antara Washington dan Kedutaan di Libya yang terhapus atau sengaja dihapus. Seperti peringatan dari seorang pejabat CIA tentang adanya potensi serangan kelompok dari Islamis di Kedutaan AS di Libya.

Laporan tersebut dilansir tiga hari sebelum peristiwa terjadi. Poin pembicaraan itu menurut Komite Investigasi sengaja dihapus. Duta Besar AS di PBB, Susan Rice semakin mengalihkan perhatian pascaserangan dan mengkaitkannya dengan kemarahan Umat Islam Dalam siaran bincang-bincang di televisi AS, Rice mengatakan, serangan di Benghazi murni disebabkan aksi spontanitas, buntut dari reaksi beredarnya film innocent of muslim.

Masyarakat Muslim termasuk di Libya menganggap film tersebut menghina Nabi Muhammad. Juru Bicara Deplu Victoria Nulland mengatakan, dokumen versi Gedung Putih tersebut menjelaskan tidak adanya serangan teroris. Kata dia, tuduhan oposisi tentang terorisme adalah fiktif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement