Kamis 16 May 2013 17:33 WIB

Polisi Saudi: Pengguna Twitter Merugi Dunia dan Akhirat

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Karta Raharja Ucu
Twitter
Twitter

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Kepala Polisi Syariah Arab Saudi, mengutuk pengguna media sosial Twitter. Ucapan pejabat Saudi ini makin menunjukkan begitu khawatirnya Pemerintah Saudi terhadap pemanfaatan Twitter oleh rakyatnya.

Kepala Polisi Sheikh Abdullatif al Sheikh, dikutip dari BBC, warga Saudi yang menggunakan media sosial, khususnya Twitter, sangat merugi, baik dunia maupun akhirat. Sebab, Twitter sering kali menyampaikan hal-hal yang tidak benar.

''Twitter adalah panggung berbicara bagi mereka yang tak punya tempat (tak dipandang),'' ujarnya.

Ini bukan untuk pertama kalinya Al-Sheikh melempar pernyataan soal Twitter. Pada akhir Maret lalu, di hadapan para ulama Saudi ia menyebut Twitter sebagai medium untuk menyebar pesan-pesan yang tidak benar. Pada April lalu, ia juga mengatakan di hadapan imam Masjidil Haram di Makkah, Twitter mengancam persatuan nasional.

Sebenarnya tak hanya Sheikh Abdullatif, ulama paling senior di kerajaan, pernah menyatakan para pengguna twitter adalah orang bodoh. Tentu saja serangan ofensif ulama dan pejabat ini mencerminkan kekhawatiran Pemerintah Saudi. Khususnya warga Saudi yang menggunakan Twitter sebagai media untuk berbicara persoalan politik dan sosial.

Karena memang banyak warga Saudi merasa Twitter sebagai media paling cepat dan efektif untuk memperlihatkan kehidupan mereka sehari-hari. Seperti beberapa waktu lalu protes di Provinsi Timur disebarkan melalui twitter. Begitu juga dengan sidang aktivis HAM yang fotonya disebarkan melalui Twitter.

Kejadian ini membuat Pemerintah berencana menghubungkan akun mereka dengan nomor kartu identitas penduduk. Sehingga tidak ada lagi, menurut Pemerintah Saudi, pengguna Twitter yang tak memiliki identitas.

Tak hanya itu, Pemerintah Saudi juga telah menangkap beberapa aktivis dunia maya dengan tuduhan penistaan agama. Penistaan agama di Saudi memiliki ancaman yang amat berat, yaitu hukuman mati.

Namun, sebagian kaum elite Saudi juga mengingatkan pemerintah tak terlalu keras kepada pengguna jaringan sosial. Miliarder Pangeran Alwaleed Bin Talal, pria yang mengaku sebagai reformis dan juga keponakan Raja Abdullah ini menyatakan, tindakan membatasi media sebagai satu tindakan yang gagal.

Dikutip dari BBC, di banyak negara Arab Twitter antara lain dimanfaatkan untuk menggalang dukungan dan mengoordinasikan gerakan saat terjadi pergolakan politik. Saudi diyakini sebagai salah satu negara dengan tingkat kenaikan pengguna Twitter yang paling tinggi di dunia.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement